BAB I
PENDAHULUAN
Pada abad ke-16, orang belanda datang ke Indonesia
hanya untuk berdagang, tetapi kemudian menjadi penguasa di Indonesia. Pada awal
kehadirannya, mereka mendirikan gudang-gudang (pakhuizen) untuk menimbun barang
dagangan yang berupa rempah-rempah.
Kehadiran orang Belanda di Indonesia, yang kemudian
menjadi penguasa, mempengaruhi gaya hidup , bentuk bangunan rumah tradisional
serta fungsi ruangannya.
Suburnya budaya Indis, pada awalnya didukung oleh
kebiasaan hidup membujang pada pejabat Belanda.
Saat itu, ada larangan membawa isteri dan mendatang kan perempuan
Belanda ke Hindia Belanda. Hal ini mendorong lelaki Belanda menikahi penduduk
setempat. Maka, terjadilah pencampuran darah yang melahirkan anak-anak berdarah
campuran, serta menumbuhkan budaya dan gaya hidup Belanda-Pribumi atau gaya
Indis.
Kata “Indis” bagi masyarakat Indonesia pada masa
tertentu dianggap sebagai hinaan, yang biasanya digunakan bagi bangsa kelas
rendahan. Setelah proklamasi kemerdekaan, kata tersebut tinggal menjadi
kenangan belaka. Dan bagi generasi masa sekarang hal itu dapat dijadikan cermin
agar penjajahan tidak terulang kembali.
Kebudayaan dan gaya hidup Indis
merupakan suatu fenomena historis, yaitu sebagai bukti hasil kreativitas
kelompok atau golongan masyarakat pada masa kekuasaan Hindia Belanda. Pendapat
Adolph S. Tomars dlam tulisannya yang berjudul Class Systems and the Arts yang
menjelaskan bahwa hadirnya golongan masyarakat tertentu pasti akan melahirkan
pula seni dan budaya tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(TEORI)
- Pengertian Psikologi Lintas Budaya
Psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang
(terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas
pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda.
Menurut Seggal, Dasen, dan Poortinga (1990)
psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan
penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk, dan
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Pengertian ini
mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman perilaku manusia di
dunia, dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks budaya, tempat
perilaku terjadi.
Menurut Triandis, Malpass, dan Davidson (1972)
psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber
dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang
ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori
psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi
universal.
Menurut Brislin, Lonner, dan Thorndike, 1973)
menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota
berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat
membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan.
Triandis (1980) mengungkapkan bahwa psikologi lintas
budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman
sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi
budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Dalam arti sempit, penelitian lintas budaya secara
sederhana hanya berarti dilibatkannya partisipasian dari latar belakang
kultural yang berbeda dan pengujian terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
perbedaan antara para partisipan tersebut.
Terdapat
beberapa definisi lain (menekankan beberapa kompleksitas), antara lain:
Menurut Triandis, Malpass, dan Davidson (1972)
psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber
dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang
ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori
psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi
universal. Sementara Brislin, Lonner, dan Thorndike, 1973) menyatakan bahwa
psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok
budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah
perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Triandis (1980)
mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik
mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam
budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Setiap definisi dari masing-masing ahli di atas,
menitik beratkan ciri tertentu, seperti misalnya pertama, gagasan kunci yang
ditonjolkan ialah cara mengenali hubungan sebab-akibat antara budaya dan
perilaku. Kedua, berpusat pada peluang rampat (generalizabiliti) dari
pengetahuan psikologi yang dianut. Ketiga lebih menitikberatkan pengenalan
berbagai jenis pengalaman budaya. Kempat, mengedepankan persoalan perubahan
budaya dan hubungannya dengan perilaku individual.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas,
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi lintas budaya adalah psikologi
yang memperhatikan faktor-faktor budaya, dalam teori, metode dan aplikasinya.
- Hubungan dengan ilmu disiplin lainnya
Psikologi
indigeneous adalah studi ilmiah mengenai tingkah laku yang asli yang tidak
diperoleh dari daerah lain, yang dirancang untuk orang orang setempat.
Indigenisasi adalah proses penyampuran antara psikologi luar dan setempat.
Indigenisasi mencakup studi tentang isu dan konsep yang merupakan kebutuhan dan
realitas dari budaya tertentu.
Psikologi budaya adalah studi tentang cara tradisi
budaya dan praktek social meregulasikan, mengekspresikan, mentransformasikan,
dan mengubah si ke manusia. Psikologi budaya adalah studi tentang cara subjek
dan objek, si ke dan budaya, person dan konteks, figure dan ground, praktisi
dan praktek hidup bersama memerlukan satu sama lain.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Awal Kehadiran Orang
Belanda
Pada abad ke-16, orang Belanda datang ke Indonesia
hanya untuk berdagang, tetapi kemudian menjadi penguasa di Indonesia. Pada awal
kehadirannya, mereka mendirikan gudang-gudang (pakhuizen) untuk menimbun barang
dagangan yang berupa rempah-rempah.
Kehadiran orang Belanda di Indonesia, yang kemudian
menjadi penguasa, mempengaruhi gaya hidup , bentuk bangaunan rumah tradisional
serta fungsi ruangannya. Alat perlengkapan rumah tangga tradisional juga banyak
mengalami perubahan. Dengan demikian, kebudayaan barat (Belanda) dalam
kehidupan sehari-hari, serta tujuh unsur universal kebudayaan seperti bahasa, peralatan dan perlengkapan
hidup manusia,mata pencaharian hidup, sistem ekonomi, system kemasyarakatan,
kesenian,ilmu pengetahuan, dan religi ikut terpengaruh juga. Percampuran unsur budaya Belanda dan budaya
pribumi inilah yang disebut Kebudayaan Indis.
Suburnya budaya Indis, pada awalnya
didukung oleh kebiasaan hidup membujang pada pejabat Belanda. Saat itu, ada larangan membawa isteri dan
mendatang kan perempuan Belanda ke Hindia Belanda. Hal ini mendorong lelaki
Belanda menikahi penduduk setempat. Maka, terjadilah pencampuran darah yang
melahirkan anak-anak berdarah campuran, serta menumbuhkan budaya dan gaya hidup
Belanda-Pribumi atau gaya Indis.
Kata “Indis” dalam tulisan ini
berasal dari bahasa Belanda “Nederlandsch Indie” atau Hindia Belanda,yaitu nama
jajahan Belanda diseberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan
dikepulauan yang disebut Nederlands Oost Indie.
Istilah Indis dikenal makin luas oleh masyarakat dengan berdirinya partai-partai politik, seperti
Indische Partai yang didirikan oleh Douwes Dekker, Tjipto Mangun Kusumo dan
Suwardi Suryaningrat pada 1912.
Kata “Indis” bagi masyarakat
Indonesia pada masa tertentu dianggap sebagai hinaan, yang biasanya digunakan
bagi bangsa kelas rendahan. Setelah proklamasi kemerdekaan, kata tersebut
tinggal menjadi kenangan belaka. Dan bagi generasi masa sekarang hal itu dapat
dijadikan cermin agar penjajahan tidak terulang kembali.
Kebudayaan dan gaya hidup Indis
merupakan suatu fenomena historis, yaitu sebagai bukti hasil kreativitas
kelompok atau golongan masyarakat pada masa kekuasaan Hindia Belanda. Pendapat
Adolph S. Tomars dlam tulisannya yang berjudul Class Systems and the Arts yang
menjelaskan bahwa hadirnya golongan masyarakat tertentu pasti akan melahirkan
pula seni dan budaya tertentu.
Sementara itu ada pendapat yang
menyebutkan bahwa ornament yang digunakan karena diilhami dua factor, pertama
factor emosi, dan factor kedua factor teknik. Bart van der Leck dalam tulisan
nya yang berjudul The Place of Modern Painting in Architecture, berpendapat
bahwa pada suatu waktu, seni lukis terpisah dengan sendirinya dari arsitektur
dan berkembang bebas.
3.2 MASYARAKAT PENDUKUNG KEBUDAYAAN INDIS
1. Struktur masyarakat dan kehidupannya
Kehadiran bangsa Belanda sebagai penguasa pulau Jawa
menyebabkan pertemuan dua kebudayaan Barat dan Timur. Kebudayaan Barat
(Belanda) dan kebudayaan Timur (Jawa) , yang masing – masing didukung oleh
etnis berbeda dan mempunyai sturktur social yang berbeda pula, semakin
bercampur.
Masyarakat kolonial di Hindia Belanda memiliki struktur
yang bersifat (semi) feudal. Mereka mengalami modernisasi karena masyarakatnya
tumbuh sejalan dengan perkembangan sistem produksi dan teknologi. Sebab lainnya
adalah karena ada perkembangan di bidang pendidikan dan organisasi pemerintahan
dengan gaya Barat. Prestise golongan masyarakat Pribumi yang berpendidikan
Barat lambatlaun menjadi kuat. Kemudian terbbentuklah golongan baru berdasarkan
jenjang sosial baru, yaitu golongan intelektual Pribumi atau keturunan.
Golongan bangsawan dan kaum terpelajar, serta pegawai pemerintahan colonial
dari berbagai tingakat yang disebut priyayi adalah kelompok utama pendukung
kebudayaan indis. Mereka bersikap kooperatif terhadap pemerintah Hindia
Belanda.
Pemerintah kolonial, yang memberikan prioritas pada
politik dan kepentingan modal, beranggapan bahwa gaya hidup dan cara pikir gaya
Indis adalah satu hal yang tepat, baik secara sadar maupun tidak. Anggapan
tersebut menjadikan pemerintah kolonial lebih memperhatikan kesejahteraan
rakyat jajahan dengan Politik Etis-nya.
Gaya indis sebagai suatu
perkembangan budaya campuran Belanda dan pribumi Jawa, menunjukan adanya proses
historis. Pada masa awal, yang menonjol adalah unsur – unsur yang bersifat
subyektif., seperti solidaritas dan rasa kesatuan dalam kelompok, rasa senasib
sepenanggungan, kehendak bekerja sama dan bermacam – macam faktor mental
lainnya.
Unsur – unsur esensial yang menonjol dalam perkembangan
antara lain: pendaritaan bersama sebagai golonngan keturunan (indo Belanda /
Eropa) , sebagai pejabat bawahan pemerintahan kolonial, sebagai golongan dalam
tingkat – tingkat masyarakat jajahan yang merasa berbeda dengan rakyat
kebanyakan di Jawa, dan sebagainya. Tindakan, sikap, sentimen, pandangan, serta
hasil karya yang mereka hasilkan merupakan ‘pencerminan perwujudan” sekelompok
golongan masyarakat di Hindia belanda dengan gaya hidupnya yang disebut
‘Indis”.
Konseptualisasi metodologis gaya hidup Indis antara lain
dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang masyarakat pendukung gaya Indis
sebagai suatu faktor yang bersifat sosio – psikologis. Kita harus memahami dan
mengamati beberapa aspek, yaitu : a) aspek kognitif , b) aspek pada orientasi
nilai, normatif dan kepercayaan (beilief) , c) aspek afektif, dan d) aspek yang
berhubungan dengan aspek komposisi siosial dalam kehidupan keluarga (the
household level)
A. Aspek kognitif
Berhubungan erat dengan tingkat perasaan, yang sangat sulit
untuk dilukiskan dan diamati. Hal ini sulit diartikan karena gaya Indis
berpangkal pada akar dua kebudayaan, yaitu Belanda dan Jawa yang jauh berbeda.
Untuk memahaminya perllu diketahui adanya suatu pengerltian situasi atau
fenomena kekuasaan kolonial dalam segala aspek dan proporsinya.
B. Aspek normatif
Aspek ini memiliki makna hampir sama dengan aspek
orientasi nilai, tujuan, normative dan kepercayaan. Aspek normatif
menunjukan keadaan yang dianggap sebagai hal yang berharga, yang menjadi
tuntutan dan tujuan untuk memeperoleh hidup yang lebih baik dibawah kekuasaan
pemerintah kolonial. Aspek normatif berhubungan dengan suatu yang
bersifat pribadi yang diekspresikan oleh susunan derajat kehidupan sesuai
dengan masyarakat kolonial.
C. Aspek afektif
Aspek afektif yaitu tindakan kelompok yang menunjukan
situasi. Aspek ketiga ini bisa dikaitkan dengan aspek kehidupan berumah tangga,
terutama komposisi sebuah keluarga yang tinggal dalam sebuah rumah. Ketiga
aspek kognitif, normatif, dan afektif tersebut merupakan tindakan saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan secara konkret satu sama lain meskipun
kebudayaan Indis merupakan campuran dua kebudayaan yang berbeda. Dua kebudayaan
yang berbeda itu justru terus bercampur semakin erat.
D. Komposisi sosial
Kehidupan keluarga (household level) menunjukan susunan
masyarakat Jawa yang berbeda dengan masyarakat Eropa. Gaya hidup priyayi baru
yang berpendidikan Barat ini mendekati gaya hidup Eropa, misalnya dalam cara
berpakaian dan cara makan.
Gaya hidup dan bangunan ruamh Indis pada tingakat awal
cenderung banyak bercirikan budaya Belanda. Sementara itu, terjadi penyesuaian
dengan iklim dan budaya Pribumi setempat yang akhirnya menumbuhkan budaya
perpaduan yang disebut gaya Indis.
Kebudayaan Indis, bila dibandingkan dengan budaya
“priyayi baru” (priyayiyi bukan bangsawan) memiliki ciri gaya hidup sebagai
suatu golongan masyarakat, yaitu memiliki kompleksitas simbolis yang menunjukan
karakteristik priyayi. Pertemuan dan percampuran peradaban Jawa dan Eropa
(Belanda) melahirkan gaya budaya campuran yang tampak ganjil bagi para pengamat
kebudayaan. Bagi orang Jawa kebbudayaan Indis dianggap kasar, sedangkan menurut
orang Belanda kebudayaan Jawa dianggap kuno.
Runtuhnya Hindia Belanda ke tangan tentara Jepang dalam
perang dunia II pada 1942, disusul revolusi Indonesia pada 1945, tidak membuat
peradaban Indis runtuh. Kebudayaan ini hanya mengalami erosi. Hingga sekarang,
terdapat unsur – unsur budaya Indis yang hidup dan berkembang. Bahkan ada
yang patut menjadi acuan positif sampai sekarang, misalnya sistem pemerintahan,
kebiasaaan menjaga kebersihan dan kesehatan. Sistem hukum, etos kerja,
disiplin, serta penghargaan terhadap waktu.
Pada masa penjajahan Jepang, beberapa unsur peradaban yang banyak dianut
kaum terpelajar masih tetap berlanjut. Unsur peradaban itu berasal dari
golongan priyayi Pribumi, golongan indo, serta birokrat pemerintahan dari zaman
Hindia Belanda.
Dalam proses akulturasi dua kebudayaan tersebut, peran penguasa kolonial di
Hindia Belanda sangat menentukan. Sementara itu bangsa indonesia menerima nasib
sebagai bangsa terjajah serta menyesuaikan diri sebagai aparat penguasa jajahan
kolonial.
Menurut para antropolog
ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal.
1.
bahasa (lisan maupun tertulis)
2.
peralatan dan perlengkapan hidup manusia
3.
mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
4.
sistem kemasyarakatan
5.
kesenian
6.
ilmu pengetahuan
7.
religi
Dalam arkelogi perubahan budaya dapatdiamati melalui perubahan tipe
kebudayaan material. Perubahan itu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain :
inovasi, teknologi, perubahan fungsi, ideologi, serta kreativitas, atau
kebebasan para pengrajin atau seniman dalam mewujudkan gagasannya.
Dalam proses akulturasi dan penyebarluasannya, berperan pula para
cendikiawan, seniman, arsitek dan sastrawan Pribumi setempat. Dalam hal ini
peran local genius atau kepribadian budaya bangsa yang dimiliki orang Jawa
tidak kurang pentingnya.
PEMBAHASAN TUJUH UNSUR UNIVERSAL BUDAYA
1.
Bahasa
Sejak akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-20 bahasa
Melayu pasar mulai berbaur dengan bahasa Belanda. Di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, proses perpaduan bahasa Belanda dan Jawa terjadi hanya pada sebagian
masyaakat pendukung kebudayaan Indis. Proses ini menghsilkan bahasa pijin atau
bahasa campuran. Yang bila ditelaah secara etimologis berasal dari kata
“business” yang bermakna perdagangan.
Di dunia tidak ada bahasa pijin yang merupakan bahasa
pijin standar. Meskipun demikian, bahasa pijin pada umumnya muncul dalam suatu
situasi keadaan kebahasaan darurat. Ekspansi kolonial dan imperialisme Eropa
mengakibatkan bangsa Eropa dan penduduk asli memiliki kebutuhan untuk
berkomunikasi.
Bahasa campuran ini sering muncul dalam daerah kontak bahasa
dari kebudayaan yang berbeda. Didalam bahsa campuran ini, bahasa yang mempunyai
prestise sosial yang lebih tinggi akan berkembang menjadi bahasa penyumbang
yang dominan.
Istilah “creole” dalam bahasa inggris berasal dari bahasa Spanyol,
“criollo”yang berarti “kreolis, asli”. Karena itulah istilah “kreol” atau
“kreolis” dalam arti linguistik pertama – tama dipakai dipulau – pulau
West Indies Prancis dan juga Louisiana untuk menyebut bahasa – bahasa yang
dipakai para budak. Dalam terminologis - linguistik dewasa ini, bahasa
kreol pun memiliki komponen linguistik, sosiologis, dan historis. Bahasa kreol
dapat didefinisikan sebagai berikut :
Bahasa kreol terbentuk jika suatu sistem komunikasi yang
pada awalnya merupakan bahasa pijin menjadi bahasa ibu suatu masyarakat. Bahasa
hasil campuran orang – orang Belanda dengan orang Jawa ini lazim disebut bahasa
Peetjoek atau Petjoek. Bahasa petjoek ini juga digunakan dikalangan anak – anak
Indo dan anak – anak dari golongan masyarakat terpandang, tetapi tidak boleh
digunakan di rumah karena mereka harus menggunakan bahasa yang sopan. Maksudnya
adalah anak yang tidak berbahasa Belanda dengan baik dianggap tidak beradab
atau tidak sopan (hina). Bahasa petjoek juga dianggap bahasa hina karena
dipengaruhi oleh bahasa bangsa kulit berwarna, yaitu orang yang dianggap
berderajat rendah didalam kehidupan masyarakat Hindia Belanda.
Diduga pada awal abad ke-20, perkembangan bahasa Melayu
pasar sudah mantap. Bahasa Melayu pasar berawal dari bahasa komunikasi dalam
lingkungan keluarga Indis, teutama yang tinggal dirumah – rumah pesanggrahan
(Indische Laundhuzen). Bahasa itu kemudian juga digunakan oleh golongan
Indo – Belanda. Bahasa Melayu pasar, yang tumbuh dipinggiran kota Batavia ini
kemudian berkembang sebagai bahasa komunikasi kaum Betawi sampai sekarang.
Penggunaan bahasa Betawi ini juga semakin berkembang karena digunakan pula oleh
surat kabar yang dirintis oleh kelompok atau kalangan peranakan Cina.
2. Kelengkapan hidup
Yang dimaksud sebagai kelengkapan hidup ialah semua hasil
cipta yang digunakan untuk melindungi dan melengkapi searana hidup sehingga
memudahkan hidup manusia. Karya tersebut dapat berupa :
a)
Rumah tempat tinggal
b)
Kelengkapan rumah tangga, misalnya meja dan kursi
c)
Pakaian dan kelengkapannya
d)
Senjata
e)
Alat produksi
f)
Alat transportasi
3. Mata pencaharian hidup
Akibat dari masa keemasan masa imperialisme dan
kolonialisme Belanda mengutamakan pada penaklukan wilayah dari tangan pribumi
serta merebut perdagangan rempah – rempah dari Portugis dan Inggris. Dengan
kekuatan militer, mereka memperluas kekuasaan politik dan menyebarluaskan
agama.
Berbagai usaha perluasan penjajahan ini melibatkan banyak
tenaga Pribumi sehingga muncullah mata pencaharian baru bagi banyak orang Jawa.
Perkerjaan yang menggunakan tenaga Indo Eropa atau pribumi adalah sebagai
berikut :
a.
Prajurit sewaan
Prajurit sewaan ini digunakan sebagai angkatan bersenjata
Belanda untuk perluasan wilayah. Dimasa kemudian prajurit sewaan ini oleh
Belanda juga dijual atau disewakan untuk penguasa Pribumi apa bila ada
persengketaan antar pengusa Pribumi itu sendiri.
b.
Pejabat administrasi pemerintah
Perluasan wilayah kekuasaan berakibat pada dibutuhkannya
aparatur pemerintahan. Mulanya orang – orang Eropa didatangkan untuk mengisi
tempat itu. namun akibat pecahnya Perang Dunia I (1914 – 1918) mengakibatkan
jumlah pegawai dan hasil industri yang datang dari Hindia Belanda semakin
berkurang. Hal ini justru mengakibaktan jumlah lembaga – lembaga pendidikan
tinggi bertmbah. Lembaga – lembaga pendidikan tersebut didirikan untuk mencetak
tenaga terampil, untuk mengantisipasi kekurangan tenaga dari Belanda dan untuk
menyokong pertumbuhan berbagai industri di Indonesia.
c.
Tenaga kasar
Tenaga kasar hadir sebagai pengganti sulitnya mendatangkan
orang – orang Eropa ke Hindia–Belanda akibat jarak yang jauh. Utamanya wanita
yang ditujukan untuk memperbanyak keturunan.
Babu adalah istilah untuk pekerja rumah tangga atau
pembantu perempuan, sedangkan jongos adalah istilah pembantu untuk laki – laki.
Kehidupan para babu – jongos sangatlah erat dan akrab dengan majikannya. Selain
babu–jongos adapula nyai, yaitu perempuan Pribumi pendamping pria Eropa tanpa
pernikahan. Merekalah yang melahirkan anak–anak yang mendukung peradaban Jawa –
Eropa (Balanda), yang juga disebut peradaban Indis.
4. Pendidikan dan
Pengajaran
Dalam pandangan masyarakat tradisional orang yang
berusia lanjut memiliki pengalaman yang lebih luas. Hal itu disebabkan karena
akumulasi pengalaman yang didengar dan dilihat sehingga orang yang berusia lanjut
memiliki kebijakan dan kearifan. Pandangan
ini tertanam kuat pada masyarakat jawa.
Pendidikan Jawa yang semula berfungsi sebagai
pelestarian budaya dan kesinambungan generasi melunak pads masyarakat
Indis.Banyak unsure budaya Jawa mempengaruhi anak anak keturunan Eropa dan
sebaliknya banyak pengaruh unsure Eropa pada anak anak para priyayi.
Pendidikan umum adalah alat penting untuk melatih
seseorang agar dapat memegang suatu posisi jabatan dalam suatu status di
masyarakat. Pendidikan barat merupakan daya tarik dan idaman sehingga orang
menghargainya tanpa mengingat asal usul seseorang. Pendidikan bagi anak
perempuan agaknya tidak terlalu jauh berbeda pada masa sebelumnya. Pendidikan
Eropa kurang meresap dan dianggap kurang penting bagi anak perempuan karena
perempuan hanya dianggap sebagai pendamping suami. Pada 1920- 1930 muncul
perubahan yaitu perempuan ikut berperan untuk meningkatkan endapatan keluarga
seperti mendirikan usaha batik, berdagang,
dsb. Namun hal itu tidak berlaku bagi istri keluarga indis. Meskipun
demikian dalam tahun tahun tersebut pengajaran di perguruan tinggi memunculkan
perempuan professional di bidang pengajaran, kesehatan, dan umum.
5. Kesenian
Stijl atau gaya dari bahasa Latin yaitu atilus
berarti alat penggores atau kalam bisa juga bermakna cara menggores atau
menulis . Bahas Belandanya schirjftrant stijl bahasa jawanya cengkok atau cara.
Pendapat kedua stijl
dari bahasa Yunani yaitu stilisilo artinya batang tiang bahasa
inggrisnya Style. Arti penting pemahaman tentang stijl/ gaya terhadap pemahaman
karya seni dan budaya.
Dalam bahasa Indonesia , gaya yaitu bentuk yang
tetap atau konstan yang dimiliki oleh seseorang maupun kelompok, baik dalam
unsure, kualitas, maupun ekspresinya. Bagi seorang arkeolog, gaya bermakna
spesifik, yaitu terfokus pada motif atau pola atau pattern. Dengan demikian
secara tidak langsung gaya dapat digunakan untuk memahami kualitas karya suatu
budaya yang dapat membantunya untuk melokalisasi dan mendata suatu karya.
Bagi ahli sejarah seni rupa, gaya adalah objek yang
pokok atau esensial didalam penelitian dan pengamatan karya seni. Memahami
sesuatu secara mendalam merupakan wahana untuk mengerti suatu ekspresi dalam
kelompok baik dinilai dari sudut keagamaan maupun moral lewat sugesti
emosional. Maka dasar dasar umum dapat diketahui dan diukur kadarnya meskipun
sifatnya sangat relatif
Menurut
Henk Baren stijl mempunyai 4 macam pengertian yaitu:
1.
Objectieve stijl yaitu
gaya dari benda atau barangnya itu sendiri
2.
Subjectieve stijl atau
persoonlijke stijl yaitu gaya yang dimiliki oleh si seniman, penulis, pemahat,
pelukis, dan arsitek yang merupakan cirri hasil kerjanya.
3.
Stijl massa atau
nationale stijl yaitu suatu gaya yang menjadi cirri atau pertanda (watak) suatu
bangsa misalnya bangsa Eropa( barat), orang timur, Jepang, Indonesia, dll.
4.
Technische stijl yaitu
gaya khusus yang berhubungan dengan bahan atau material serta teknik pengolahan
yang digunakan misalnya dari bahan kayu, atau besi menjadi sesuatu bangunan.
a.
Seni Kerajinan ( seni kriya)
Seni
kerajinan orang Jawa juga sudah sangat berkembang saat kehadiran orang Eropa.
Raja raja Bumiputera memiliki tukang tukang pengrajin yang sangat mahir. Mereka bertempat tinggal dalam wilayah
tertentu secara turun temurun.
Kebesaran
dan kekayaan seorang raja atau bangsawan ditunjukkan dengan cara mengenakan
kelengkapan pakaian dan pemilikan benda benda seni yang bermutu tinggi.
Berbagai usaha untuk memelihara dan merawat benda benda tersebut diusahakan
sebaik baiknya dengan ramuan dan ramuan khusus tradisional bahkan dengan mantra
mantra. Kepemilikan benda kebesaaran itu harus diteruskan oleh para priyayi
yang mengabdi pada pemerintah Belanda. Dari hasil seni karya kerajinan ini
tumbuh bermacam macam pengetahuan misalnya tentang pamor keris, berbagai bentuk
ukir ukiran, ragam hias dengan berbagai arti simbolik di belakangnya, dan
sebagainya.
Pada
masa kemudian karena barang barng kerajinan tersebut diatas banyak dihasilkan
oleh pabrik, maka secara berangsur berangsur industry ini mengalami kemunduran
dan beberapa diantaranya punah. Pada perempat
abad 20 terjadi zaman sukar atau malaise yang melanda Hindia Belanda
dengan demikian penghidupan para pengrajin pun semakin susah sehingga
pengetahuan mereka yang berhubungan dengan kerajinan tidak diturunkan pada anak
cucu mereka. Banyak pusat kerajinan hilang di berbagai tempat di Jawa. Pada
tahun 1888 pihak pemerintah Belanda tergugah untuk memajukan kembali usaha
kerajinan namun tidak terlalu berhasil. Pada tahun 1888
diadakan pameran di museum museum. Pemerintah juga mengembangkan pendidikan
seni kerajinan bahkan mencari pasaran Eropa. Kemudian pada tahun 1904 terbit
berbagai macam buku tentang seni kerajinan. Berkat jasa para sarjana Belanda
tersebut. Berbagai karyaseni dan
kerajinan jawa tertulis dapat didokumentasikan.
b.
Seni
Pertujukan, Sastera, dan Film
Slavenorkest
disebut sebagai pemain music. Pada abad 19 memiliki slavenorkest menunjukkan
suatu gaya hidup mewah dengan derajat tertent dikalangan para landheer di zaman
itu. Bahkan orang cina juga melatih budaknya untuk bermain music, sandiwara,
menari,dsb.
Gaya
Indis di Jakarta memiliki cirri cirri gaya seni
setempat ditambah unsure unsure Cina yang dapat pula disimak dalam beberapa
bentuk musik
rakyat Betawi hingga kini. Jika cirri indis dengan brass-band dari Eropa
terlihat kuat dalam tanjidor yang sekarang cenderung semakin memudar, maka
unsure nada music cina jelas terdengar dalam gambang kromong. Paduan selaras dari kedua unsure luar ini
terwakili dengan baik dalam music keroncong. Bentuk paduan music dengan gerak
dari dalam teater melahirkan cirri Indis yang dikenal sebagai komedi stanboel (stambul).
6.
Ilmu
Pengetahuan dan Gaya Hidup
a.
Peran
Penghuni dan Pemilik Pesanggrahan
Peran Penghuni
dan pemilik pesanggrahan dalam menentukan perkembangan ilmu dan gaya hidup
dapat kita lihat dari lima hal berikut:
Pertama, tentang
pembudidayaan alam. Di sekitar bangunan pesanggrahan ini terdpat perkebunan
kopi.
Kedua, di
perkebunan tepi jalan Tangerang menuju Batu Ceper dibuat tempat pembudidayaan
ulat sutra.
Ketiga, di
pesanggrahan Molenvliet( yang sudah hancur tidak tersisa) Dr. Johan Maurists
Moor mendirikan sebuah menara untuk meletakkan teropong penelitian bintang
(Observative toren) untuk kepentingan ilmu perbintangan.
Keempat,
pesanggrahan Tanjung Barat, yaitu sebuah pesanggrahan kuno memiliki sebuah
bangunan gardu pemandangan dengan kubah yang digunakan untuk melihat
pemandangan keindahan alam sekeliling.
Kelima, Jan
Andies Duurkoop mendirikan tempat penangkaran dan pembibitan pohon jati yang
kemudian pohon jati tersebut ditanam diberbagai tempat yang berbeda.
b.
Pembangunan
rumah mewah dan kemewahan gaya hidup Indis
Pada
zaman para duta menerima baik para tamu/ para pelancong di tanah
pesanggrahannya. Para pelancong menyampaikan kekagumannya terhadap kehidupan
indis yang megah itu. Mereka juga sangat kagum terhadap kesuburan tanah
perkebunan dan daerah sekelilingnya.
c.
Pembangunan
rumah pesanggrahan
Pembangunan
rumah pesanggrahan oleh para pembesar Kompeni diawali dengan mendapatkan
sebidang tanah berupa hutan. Semula mereka mendapatkan eigendom (hak milik)
dari pengusaha tertinggi di Hindia Belanda, Hooge Regeiring. Dari tanah
tersebut kemudian dibangunlah sebuah rumah pesanggrahan dan design rumah itu
mereka buat sendiri dan diselesaikan oleh ahli bangunan pribadi mereka.
Ciri utama akan keagungan rumah
pesanggrahan adalah jendela jendela yang luas, tinggi, dengan petak petak gelas
( glazen ruiten) di bagian ineriornya. Lantainya dengan jerambah batu
Koromandel warna merah, ruang ruang dankamar berlangit yang tinggi dan luas
dengan berhias stucco, berperabotan antic, mewah, di sek elilingnya terdapat
rumah untuk bersantai dan bermain music.
Akibat
perang dunia I dan perang dunia II disusul kehadiran bala tentara Jepang
revolusi Indonesia dan resesi ekonomi lenyaplah sudah kemewahan hidup dan seni
bangunan sebagai symbol kemakmuran indis itu.
7.
Religi
Enkulturasi
adalah suatu proses pembentukan budaya dari dua bentuk kelompok budaya yang
berbeda sampai munculnya pranata yang mantap. Dalam pembahasan kajian teologi,
enkulturasi diartikan sebagai rancang bangun teologi lokal. Proses enkulturasi
tidak hanya didukung oleh keseluruhan penyesuaian diri dalam kehidupan social,
tetapi juga didukung oleh pengalaman pengalaman social seperti bentuk ucapan
atau bahasa, tingkah laku, lambing, dan symbol symbol serta system kepercayaan.
Tanpa
adanya adaptasi dalam komunitas social maka enkulturasi tidak dapat berjalan
lancer. Enkulturasi sebagai suatu proses dalam perkembangannya berjalan melalui
tiga tahapan gerakan proses.
Pertama,
proses enkulturasi ditandai oleh adanya
pengenalan lingkungan social, penyesuaian adat, serta terjalinnya relasi
atau hubungan dalam interaksi social budaya.
Kedua,
proses enkulturasi ditandai dengan adanya koeksistensi dan proses menjadi
plural yang terjadi di lingkungan
sekitar. Tahap ini menempatkan kepribadian dasar sebagai objek legitimasi
enkulturasi. Segala aspirasi, sikap, dan keyakianan mencerminkan struktur
mental bersama.
Dampak
keseluran dari kegagalan enkulturasi adalah adanya konflik sossial atau adanya
kesenjangan social. Dengan begitu menunjukkan bahwa proses enkulturssi
ditunjukkan adanya susunan kebudayaan dan lingkungan social yang bersangkutan.
Dalam
pembahasan teologi, enkulturasi religi diartikan sebagai rancang bangun teologi
lokal, sedangkan enkturasi religi
sebagai rancang bangun lokal disebut inkulturasi.
Pada
tahun 1974 dalam konsili vatikan II Gereja Katolik mengadakan inkulturasi yang
diformulasikan dalam bentuk sinkretisme kebudayaan, kesenian, dan agama
setempat contoh inkulturasi digunakan pada agama Nasrani Katolik di Jawa
Tengah, khususnya Yogyakarta.
Sinkretisme,
sebagai bentuk perpaduan dua unsure budaya dan agama, memiliki berbagai jenis
bentuk. Robert J Schreiter C.P.P.S. membedakan jenis sinkretisme dalam 3
kelompok: 1. Sinkretisme agama Kristen dengan agama (kepercayaan) lokal, 2.
Sinkretisme percampuran unsure unsure bukan Kristen, 3. System keagamaan yang
bersifat selektif dalam memasukkan unsure unsure Kristen. Secara implicit
ataupun eksplisit sinkretisme berkaitan dengan usaha percampuran unsure unsure
dari dua system keagamaan sampai satu titik perpaduan.
Kuatnya
pengaruh budaya hindu dan budha yang diwariskan turun temurun oleh orang jawa
membuktikan keberhasilan tingkat sosialisasi agama hindu dan budha.
Keberhasilan
inkulturasi tidak hanya berdampak pada munculnya kesinambungan budaya dan
agama. Keberhasilan inkulturasi juga berdampak pada munculnya kestabilan
ideology, politik, dan social, sejalan dengan kondisi zaman penjajahan.
Peranan
suku jawa sangat berpengaruh dalam membangun bangunan suci beserta patung dan
ragam hiasnya. Dengan mengikuti teks suci agama Hindu dan Budha diciptakaan
karya karya seni tersebut.
3.3 Gaya Hidup Masyarakat Indis
Pendekatan kultur-historis sangat membantu untuk lebih
memahami peradaban masyarakat indis, termasuk gaya hidupnya. Konsep indis di
sini hanya terbatas pada ruang lingkup di daerah kebudayaan jawa, yaitu tempat
khusus bertemunya kebudayaan Eropa (Belanda) dengan Jawa. Gaya hidup golongan masyarakat pendukung
kebudayaan indis menunjukan perbedaan mencolok dengan kelompok – kelompok
sosial lainnya, terutama dengan kelompok masyarakat tradisional jawa. Salah
satu faktor yang menjadi petunjuk utama setatus seseorang ialah gaya hidupnya,
yaitu berupa berbagai tata cara, adat-istiadat serta kebiasaan perilaku, dan
mental sebagai ciri golongan social Indis. Keseluruhan ciri tersebut dijiwai
pandangan hidup yang berakar dua budaya, yaitu Belanda dan Jawa. Dengan gaya
hidup yang mewah itu mereka mempertahankan martabat dan kekeuasaan kolonialnya.
Kedudukan sebagai kelompok penguasa membuat masyarakat indis berupaya menjaga
prestise dan kedudukannya melalui berbagai cara agar dapat dibedakan dengan
kelompok masyarakat lainnya. Kewibawaan, kekayaan dan kebesarannya ditampilkan
agar tampak lebih mewah dan agung dibandingkan dengan kelompok-kelompok
masyarakat lain. Hal demikian dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan kekuasaan
mereka di Nusantara.
Gambaran gaya hidup masyarakat indis dapat diikuti
dan lebih dipahami lewat berbagai berita tertulis berupa buah karya para
musafir, rohaniawan, peneliti alam, pejabat pemerintahan jajahan, termasuk
berbagai buah karya sastera Indis (Indische
belletries). Abdi atau penguasa VOC tersebut di atas dapat dibagi dalam
empat golongan pokok yaitu:
- Pegawai niaga, mulai dari jabatan opperkoopman (pedagang kepala) sampai asisten (para pembantu atau juru tulis). Kelompok ini memegang peran yang terpenting. Mereka bertugas sebagai birokrat yang mengerjakan administrasi. Kelompok ini lebih berperan setelah VOC berkembang dari organisasi perdagangan menjadi penguasa territorial yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, Srilangka dan Afrika Selatan;
- Persoal militer dan maritime, yang terdiri atas berbagai tingkat kepangkatan dan jumlahnyapun yang paling banyak. Setatus kelompok ini lebih rendah dari kelompok pegawai niaga;
- Personel kerohanian yang terdiri dari pendeta Calvinis (predikanten) yang cerdik pandai sampai petugas pengunjung orang sakit yang disebut zienkentrooster atau penghibur orang sakit;
- Kelompok terendah, yaitu terdiri dari para tukang dan para pengrajin, yang secara kolektif dikenal dengan ambahtheden. Meskipun demikian, para tukang dan pengrajin ini ada yang digaji lebih tinggi dibandingkan dengan gaji serdadu atau kelasi.
A.
Rumah
tangga dan Rumah Tinggal Indis
Sejak awal kehadiran orang Belanda, unsur-unsur
budaya dan iklim alam sekeliling sudah mempengaruhi orang-orang Eropa itu
dalama membangun rumah tempat tinggal mereka di Jawa. Hal ini diketahui dari
pencerminan cirri-ciri yang ada, yaitu dari adanya percampuran antara seni
bangunan Barat dengan lingkungan dunia Timur yang sangat asing. Ada perbedaan
yang sangat mencolok antara rumah-rumah yang dibangun pada masa awal
pemerintahan Hindia Belanda yang terdapat di dalam lingkungan Kastil Batavia
dengan yang berada di luarnya. Kelompok perumahan yang berada di luar Kota
Batavia disebut pesanggrahan atau landhuizen.
Bangunan landhuizen semula digunakan oleh
orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal di luar kota yang kemudian juga didirikan
di wilayah baru Batavia (nieuve buurten).
Corak rumah tinggal yang demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di
kota lama Baarn atau Hilversum, Belanda.
Pendirian sebuah bangunan dengan model bangunan rumah Belanda awalnya sangat terikat dengan cirri-ciri nasionalis Belanda. Hal demikian dapat di mengerti karena mereka membawa seni Belanda, kemudian secara perlahan terpengaruh oleh alam dan masyarakat sekeliling yang sangat asing bagi mereka. Ciri-ciri yang menonjol dari rumah-rumah Belanda di Batavia yang kemudian dilanjutkan anak cucunya ialah telundak (stoep) yang lebar di depan rumah.
Pendirian sebuah bangunan dengan model bangunan rumah Belanda awalnya sangat terikat dengan cirri-ciri nasionalis Belanda. Hal demikian dapat di mengerti karena mereka membawa seni Belanda, kemudian secara perlahan terpengaruh oleh alam dan masyarakat sekeliling yang sangat asing bagi mereka. Ciri-ciri yang menonjol dari rumah-rumah Belanda di Batavia yang kemudian dilanjutkan anak cucunya ialah telundak (stoep) yang lebar di depan rumah.
B.
Kelengkapan
Rumah Tinggal
Dari peninggalan-peninggalan catatan kuno, Boedel Beschrivingen, ruang tengah yang
terletak di belakang ruang depan disebut voorhuis. Pada dinding ruangan ini
digantungkan lukisan-lukisan sebagai hiasan, di samping piring-piring hias dan
jambangan porselen. Di ruang ini terdapat juga sebuah kerkstoel, yaitu sebuah kursi untuk kebaktian (kursi gereja)
khususnya untuk nyonya rumah. Di dalam zaal
(ruang) diletakkan perlengkapan rumah, misalnya meja makan dan
kelengkapannya serta almari tempat rempah-rempah (de spijkast) dan meja the (theetafel).
Pada masa kompeni dan Pemerintahan Hindia Belanda,
zaal yang mendapatkan perhatian yang istimewa. Hiasan ukir yang sangat berharga
dan mewah pada tangga seta pintu dan jendela dapat digunakan sebagai petunjuk
tentang kedudukan si empunya rumah dalam susunan masyarakat kolonial Pada rumah
yang berukuran besar terdapat bangunan-bangunan samping yang digunakan untuk
gudang, tempat menyimpan kayu bakar, tandon air minum, beras, minyak dan
sebagainya. Kemegahan rumah tinggal masyarakat Indis tersebut lebih di perkaya
lagi dengan adanya perabotan rumah (meubilair) yang penuh hiasan, dipelitur
warna hiram serta di cat merah menyala, coklat, hijau atau emas. Ruangan ini
diperkaya lagi dengan “hiasan lepas” berupa barang-barang dari porselen lebih
dimarakkan lagi dengan adanya cermin-cermin yang berukuran besar, serta tempat-tempat lilin
yang berukir. Cat kusen pintu dan jendela yang berwarna ke emasan.
C.
Kehidupan
Keluarga Sehari-hari di dalam Rumah
Suatu kebiasaan yang umum dilakukan bangsa Pribumi
Jawa pada pagi hari adalah pergi ke kali. Sudah sejak lama keluarga keturunan
Belanda membuat tempat untuk mandi (badhuisje)
di tepi sungai. Orang yang lahir di Belanda sebenarnya membenci kebiasaan mandi
setiap hari. Hal demikian itu juga berlaku bagi bangsa Portugis, termasuk juga perempuannya, khususnya para
nona. Untuk menggantikan mandi mereka lebih senang mengenakan pakaian dalam
yang tipis. Pada 1753 orang masih memberitakan kebiasaan seperti itu dengan
menyebutkan wassen (mandi) untuk
menjadikan tubuh segar.
Sebagai kebiasaan pagi setelah bangun tidur,
suami-isteri para pejabat VOC duduk-duduk di serambi belakang sambil minum kopi
atau teh dengan masih mengenakan pakaian tidur. Laki-laki mengenakan baju takwo
dengan celana atau sarung batik. Perempuannya mengenakan sarung batik dan baju
tipis warna putih berhiaskan renda putih. Kain batik yang sangat disukai adalah
kain batik pekalongan. Gambaran gaya hidup mewah Indis antara lain dapat
disimak pada peraturan Roorda yang menginap di Pesanggrahan Tjiampea dekat
Bogor.
D.
Daur
Hidup dan Gaya Hidup Mewah
Daur hidup atau life cycle adalah suatu rangkayan
dalam perkembangan kehidupan seseorang untuk kembali ke status aslinya dari
satu tingkat ke tingkat berikutnya. Ada tiga peristiwa penting dalam daur
kehidupan manusia, yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian. Ketiga upacara
itu memiliki tujuan masing-masing. Upacara kelahiran untuk menyambut kehadiran
angota baru dalam suatu keluarga Upacara perkawinan diselenggarakan dengan
mewah dengan harapan perkawinan yang baru dijalani kedua mempelai berlangsung
penuh keselamatan Pada masa kejayaan VOC dan hindia Belanda justru peristiwa
kematian yang mendapatkan perhatian istimewa. Kematian biasa diiringi berbagai
upacara mewah dan memerlukan biaya yang sangat besar.
3.4 LINGKUNGAN
PERMUKIMAN MASYARAKAT EROPA, INDIS DAN PRIBUMI
A.
Sumber-sumber tentang pola lingkungan permukiman
Pola
pemukiman, bentuk rumah tinnggal tradisional dan bangunan tinggal Indis
tercatat dalam berbagai sumber. Sumber yang paling banyak adalah berita tulis
buah karya orang Jawa, Belanda (Eropa) serta orang asing lainnya.sumber
lain sebagai sumber berita ialah hasil karya yang berupa lukisan, sketsa, dan
grafer buah karya para musafir, peneliti alam, pejabat VOC dan dokumentasi
pemerintahan kolonial. Setelah dikenal penggunaan alat pemotret, hasil
fotografi merupakan sumber berita paling penting yang dapat digunakan untuk
melengkapi sumber-sumber tersebut.
1.
Berita dari Karya Tulis
Berita
tertulis tentang wilayah pemukiman yang kemudian berkembang menjadi kota, sudah
lama dikenal sebelum abab ke-19. Berupa babab kidung, maupun sera, baik
yang masih berupa manuskrip maupun yang sudah dicetak dengan jumlah yang cukup
banyak. Karaya tertulis ini banyak ditulis didaerah pantai (pesisir) dan
pedalaman Pulau Jawa. Manuskrip tersebut atara lain : Babab Negeri Semarang, Babab Tuba, Babab Gresik,
Babab Blambangan, Babab Kitho Pasoeroean, Babab Lumajang dan Babab Banten. Kitab-kitab tersebut memberitakan dan
menerangkan keadaan berbagai aspek kehidupan suku Jawa , dan secara tidak
lansung juga memberitakan tentang kota, rumah, adat, sejarah.
2.
Sumber Tertulis Dari Bangsa Eropa
Sumber
tertulis tentang pulau Jawa yang berupa cerita atau laporan perjalanan sudah
ditulis orang eropa sebelum abab ke-17,18,dan ke-19. Berupa Rapporten,
Missiven, Memories van Overgave (naskah serah terima jabatan), Reis
beschrijvingen (catatan perjalanan), Daaghregisters (catatan harian kompeni
dibatavia) dan Contracten (naskah-naskah perjajian antara kompeni dan
kepala-kepala bangsa pribumi). Kebanyakan tulisan itu
masih berupa manuskrip yang tersimpan digedung arsip di Indonesia
dan Belanda.
3.
Berita Visual
Berita
visual berasal dari karya lukisan, sketsa, grafis dan potret. Lukisan garfish
yaitu suatu lukisan dengan tehnik encreux relief yang dipahat pada lempengan
tembagaatau perunggu sangat popular. Dalam lukisan, pelukis antara lain
mengunakan cara penglihatan mata burung (vogel
vlucht). Karya-karya itu dilukis oleh para pelukis yang mengikuti perjalanan,
pelayaran,atau ekspedisi.
4.
Karya Berupa Fotografi
Karya
berupa fotografi sangat banyak tersimpan digedung KITLV Leiden
dan berbagai meseum Belanda. Menurut Gedung Arsip Nasional Reppublik Indonesia
di Pejaten , tersimpan tidak kurang dari 1.000,600 buah foto dari masa sebelum
perang dunia II. Sejak kehadiran kappal-kapal dagang belanda pertama kedunia
timur mereka sudah membawa serta para pelukis, hasil lukisan mereka berupa :
kelengkapan laporan kepada Hereen Zeventien dibelanda, kenan-kenangan atau
berupa hadiah keluarga, dan diperjual-belikan. Objek lukisan ialah keadaan
negeri-negeri yang dikunjungi .
Dengan
ditemukan tehnik memotret , makam penulisan tentang kota pemukiman menjadi
tampak lebih jelas , seperti apa adanya . foto-foto yang disertakan dalam kitab
ini juga mengemukakan perbandingan suatu foto dari banguna-bangunan kota lama
dan foto dari kota yang sama setenah mengalami renovasi.
Pelukis
pada abad ke-19 sangat jarang memalsukan identitas karena:
1.
Para pelukis naturalis yang
hidup pada abad ke 17 sampai abad ke 19 adalah pengikut oleh gaya periode
Renaisans dan barok.
2.
Beberapa penulis dan pelukis
lazim menggambarkan bangunan rumah serta pemandangan alam sekitarnya.
Sayang sekali peninggalan seni
lukisn pada benda-benda keramik, di Indonesia tidak dikenal, bahkan
sampai sekarang tidak ada tradisi melukis banguna atau rumah pada karya keramik
seniman dan pengerajin Indonesia .salah satu pelukis belanda yang paling banyak
melukis seni bangunan gaya indis yaitu JRach.
Dari hasil lukisan dari para pelukis
, Pengertian kota dan macam-macam jenis kota sudah ditulisnoleh beberapa sarjana,
yang menarik ialah karya tulis peter JM kota
dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
1.
Kota awal Indonesia
2.
Kota Indis
3.
Kota kolonial
4.
dan kota modern
Pola sosial budaya dibedakan oleh :
1.
Kota-kota pedalaman dengan cirri tradisional, dan religious.
2.
Kota-kota pantai yang
berdasarkan pada kegiatan perdangan.
Ada tiga ciri yang harus
diperhatikan untuk dapat memehami struktur ruang lingkup social kota
kolonial yaitu: Budaya, Teknologi dan Struktur.
Dengan kehadiran orang Eropa
dikabupaten-kabupaten, berkat perluasan system pemerintahan kolonial yang
lengkap dengan birokrasinya, dank arena jarak Belanada dan Indonesia makain
dekat akibat dibukanya terusan Suez pada 1870, wajah kota mulai berubah.
Kelompok-kelompok pemukiman, sesuai
dengan lingkungan kelompok-kelompok suku, terpisah dengan jelas. Dalem
kabupaten sebagai replica rumah penguasa tertinggi pribumi (raja) menghadap ke
alun-kalun dengan menghadap pohon beringin ditengahnya. Pengaruh belanda
dan Mazhab-mazhab Eropa berhasil memperkuat dan member alat untuk menangulangi
kekurangan-kekurangan dalam cara membangun kota atau rumah, dan membantu dalam
hala memberikan petunjuk tentang kontruksi banguna, organisasi, dan metode
dalam membangun rumah pada masyarakat Jawa. Susunan dan bentuk bangunan di
kota-kota pun bisa pula diubah dan diatur sesuai dengan selera Eropa.
Dengan demikian, para pejabat, priyayi baru atau priyayi yang baru diangkat
oleh pemerintahan kolonial diharuskan mengikuti peraturan dan
perundang-undangan. Disamping itu, pihak penguasa kolonial tidak secara
keseluruhan mangabaikan atau meniadakan kedudukan para tukan atau para ahli
bangunan local (pribumi). Oleh karena itu, diadakan upaya untuk saling
pengertian. Yaitu tukang-tukang pribumi perlu dibekali dan dikenalkan dengan
seni bangunan dan penegtahuan Barat. Dibangunlah rumah-rumah para priyayi atau
pejabat kolonial oleh BOW yang dilakukan oleh proyek-proyek asingdibawah
pimpinan bangsa dan ditambah beberapa tenaga yang didatangkan deari Eropa.
Ahli-ahli bangunan Jawa tradisional mempunyai organisasi tersendiri. Yang
menarik salah satunya adalah tradisi yang bertumpu pada kewajiban sambatan
(gotong royong), yang dilakukan pada saat mereka membanguna tempat tinggal
kepala-kepala desanya.
Unsur utama kehidupan seni bangunan
Jawa adalah adanyakeharmonisan dengan alam sekitar. Sering perjalanan
waktu terdapat beberapa pengaruh budaya asing
Ada empat golongan kebangsaan menurut Maclaine
Pont yaitu ;
1.
Anak negeri atau bangsa pribumi
2.
Orang yang disamakan dengan
anak negeri (sesuai dengan Sjart pemerintahan Hindia Belanda pasal 109)
3.
Orang Eropa, dan
4.
Orang-orang yang disamakan
dengan bangsa Eropa (gelijk gesteld).
Orang yang disamakan dengan anak
negeri ( golongan kedua) yaitu orang cina, arab,
koja, dan keeling, mereka itu dinamakan orang
asing dibawah angin.
Tata pemukiman penduduk kota
pada abad ke 19 diJawa menunjukan secara jelas tentang adanya macam-macam
golongan masyarakat kolonial.
1.
Dibangian kota tertentu
terdapat kompleks rumah tembok berhalaman luas dengan bangunan beratab tinggi
ini adalah pemukiman golongan Eropa atau golongan Elite pribumi.
2.
Daerah pecinan umunya merupakan
kelompok bangunan padat penduduk dan rapat satu sama lain, rumahnya beratapkan
pelana lengkung , dan bagian depan rumah digunakan untuk berjualan.
3. Kampun adalah tempat tinggal khusu bagi golongan pribumi.
D. Upaya
Mencukupi Kebutuhan Perumahan Kota.
Perkembangan dan perluasan
kota-kota besar dijawa diberbagai tempat menimbulkan kekurangan rumah
tempat tinggal bagi penduduk kota. Pada 1930 perkarangan dan ukuran rumah
dibuat sesuai dengan keperluan, dan dengan pertimbangan, antara lain:
a.
Makin mahalnya harga tanah dan
material,
b.
Orang mulai menyukai hal-hal
yang praktis dan memenuhi segala keperluan dan selera,
c.
Susuna keluarga inti
dianggaplbih penting sehingga mempersempit keluarga inti untuk ngenger ,
ngidung, magesari,
d.
Karena keluarga indies
kebanyakan adalah pegawai pemerintah yang kemungkinan dipindah-pindah
atau karena promosi perkerjaan hal itu mengakibatkan orang lebih suka membuat
rumah
E. Penggunaan
Unsur Seni Tradisional Dalam Rumah Gaya Indis
Upaya
untuk mewujudkan penggunaan unsure-unsur seni banguna tradisional setempat
khususnya jawa telah dilontarkan oleh seorang penulis dengan nama samara
reflector didalam Indich Bouwkundinng Tijdschrift, ia menyebutkan Ch, Meyll
bertutur bahwa para arsitek Ingris di India
berhasil dalam ciptaan-ciptaan nya dengan mendapat ilham dan mencotoh
arsitektur tradisional pribumi India yang ada disekeliling mereka. Di Singapura, para arsitek menaruh perhatian pada hal semacam
itu. Reflector menyetujui dan mengharapkan, hendaknya para ahli Hindia Belanda
terpanggil dan sadar untuk bangun dan mengambil sumber inspirasi dari bumi.
Hendaknya karya-karya yang merupakan ilham dari orang Jawa yang berbakat.
Bangsa
Hindia Belanda terdapat dua kelompok pendapat tentang penggunaan atau pemakaian
seni budaya Jawa dalam bangunan. Kelompok pertama, mengutamakan pemindahan dari
negeri ibu, (Nasional Belanda) diberlakukan daerah koloni , khususnya jawa,
alasannya adalah ialah kemajuan tehnik bangunan tidak mudah untuk diduga
sebelumnya. Kelompok kedua, karena merasa dipisahkan oleh kenyataan adanya
pertimbangan politik.
3.5 RAGAM HIAS RUMAH TINGGAL
A. Tentang Hiasan Rumah
Tinggal
Marcus Vitruvius Pollio adalah orang yang
pertama kali mencetuskan konsep ini,yaitu abad pertama sebelum masehi. Karyanya
yang berjudul De Architectura Libri Dacem diduga telah mengilhami banyak orang.
Menurut
Marcus Vitruvius Pallio, tiga unsur yang merupakan factor dasar dalam aritektur
yaitu: (a) kenyamanan (convenience); (b) kekuatan atau kekukuhan (strength);
(c) dan keindahan (beauty). Ketiga factor tersebut saling berhubungan dan
selalu hadir dalam struktur bangunan yang serasi. Ketiga factor tersebut
merupakan dasar penciptaan arsitektur yang memiliki estetika.
Abad ke-19 dikenal sebagai periode
eklektik yaitu suatu periode gaya hidup yang menerapkan cara pandang serba
praktis. Orang lebih mementingkan fungsi, sehingga ornament atau ragam hias
yang tidak penting.
Sejak abad ke-20 banyak benda tidak
lagi memerlukan hiasan. Demikian pula pada desain rumah tinggal. Rumah dan
interiornya tidak perlu dihias lagi, karena dianggap tidak perlu. Hal ini
menjadi dilema, disatu sisi barang yang di produksi secara massal masih perlu
hiasan. Tetapi sebagian orang masih berfikir paling penting dari suatu benda
adalah kegunaan nya (fungsionalisme).
B. Bentuk Atap dan
Hiasan Kemuncak
Bangunan rumah Jawa memiliki bermacam-macam bentuk
atap. Nama atau gaya suatu bangunan rumah justru ditentukan menurut
masing-masing bentuk atapnya, misalnya: rumah bentuk joglo, limasan tajug,
kampong dan sebagainya. Bentuk kampong (omah kampong) adalah bentuk rumah
rakyat kebanyakan. Rumah kampong adalah bangunan rumah yang paling sederhana.
Bentuk atap bangunan rumah merupakan
penentu gaya bangunan rumah Jawa dan Indonesia pada umumnya. Adapun Eropa
(Barat) menggunakan tiang atau kepala tiangsebagai penentu ciri suatu gaya
bangunan. Hal ini merupakan kelanjutan pengaruh gaya bangunan Yunani dan Romawi
kuno, misalnya gaya Doria, Ionia, Korinthia, dan sebagainya.
Hiasan atap atau kemuncuk bangunan
rumah tradisional Jawa sangat sederhana, demikian pula dengan hiasan atap dan
kemuncak bangunan rumah gaya indis pada awal abad ke-20, sebelum pengaruh seni
Eropa melanda pulau Jawa. Di Hindia Belanda pemakaian ragam hias bernapaskan
Eropa juga, tetapi tanpa pemahaman arti simboliknya.
B. Hiasan Kemuncak Tadhah
Angin dan Sisi Depan Rumah
Banyak
rumah penduduk di Demak, Jawa Tengah bubungan atapnya terdapat hiasan berupa
deretan lempeng terracotta yang diwujudkan seperti gambar tokoh-tokoh wayang,
berderet-deret dengan gambar gunungan tepat ditengah-tengah. Rumah-rumah
Minangkabau berkemuncak seperti tanduk kerbau disamping hiasan pada
bagian-bagian dindingnya seperti halnya rumah batak karo. Sementara itu, rumah
Sa’ dan taroja di Sulawesi penuh dengan pahatan pada serambi depan dengan
perwujudan kepala kerbau sebagai hiasan utama. Kerbau merupakan binatang
keramat pada masa prasejarah. Sampai sekarang kepala kerbau atau tanduknya masih banyak digunakan sebagai hiasan.
Tradisi menyebutkan bahwa hiasan kepala kerbau atau tanduknya adalah lambing
kesuburan tanah dan juga sebagai penolak roh-roh jahat.
Pada
abad ke-15 bangsawan-bangsawan tinggi menggunakan widvaan sebagai hiasan
mahkota (kroon). Ada pula yang menaruh hiasan berwarna keperakan dan pada sisi
sudut persegi empat diisi dengan hiasan rozet, tetapi lazimnya diisi dengan
lambing keluarga pemiliknya. Di Eropa sekarang, khususnya dinegri Belanda
berupa petunjuk mata angina dengan bermacam-macam bentuknya seringkali
menunjukkan macam usaha atau pekerjaan pemiliknya.
Tentang
hiasan kemuncak bangunan sacral, seperti masjid, gereja, pura atau candi,
mempunyai arti sendiri, baik sebagai symbol maupun kepercayaan dan keagamaan.
Kemuncak bagunan masjid di Jawa lazim disebut mustaka atau mustika masjid.
Sebelum atap kubah banyak digunakan seperti masa sekarang. Bangunan candi
mempunyai hiasan kemuncak ratna, stupa atau kubus. Hiasan bangunan kemuncak
gereja setelah zaman Gotik berakhir, tidak selalu berupa palang salib, tetapi
dapat pula berupa tongkat yang runcing pada ujungnya, sebagai lambing menunjuk
ke tempat suatu arah diatas yang berarti “tinggi” atau “Yang Esa”.
Hiasan
kemuncak dengan bagian sisi depan rumah gaya indis Jawa tidak terlalu banyak
digunakan, baik pada bangunan dikota maupun rumah dipegunungan atau pedesaan.
Hal demikian berbeda dengan bangunan di negeri Belanda, yang satu sama lain
berlomba dalam hal keindahan hiasan. Umumnya gaya indis lebih sederhana,
kecuali rumah orang Cina kaya. Seperti rumah-rumah di Eropa, bangunan rumah di
negeri Belanda (topgevels) dan kemuncak depan (geveltoppen) mempunyai variasi
hiasan yang bermacam-macam.
Hiasan
pada kemuncak tadhah angin (tympanon atau geveltoppen) bervariasi dari hiasan
sederhana berbentuk sumbu kemuncak nokspil hingga ornament-ornamen yang bagus.
Tympanon ini berbentiuk segitiga, bagian atas disebut voorschot yang terdiri
atas papan-papan kayu yang disusun vertical. Hingga abad ke-19 voorschot ini
terbuat dari bahan kayu. Dari lukisan kuno dapat diketahui bahwa hiasan pada
bagian voorgevel ini merupakan tempat hiasan utama, khususnya pada geveltop
atau makelaar, yaitu balok-balok vertical dari atas puncak (nok) pada windveren
sampai kebawah hingga dasar voorschot.
Sejarah
lambing-lambang yang dipahat kan pada papan lis tadhah angina ( tympanon) dapat dibedakan menjadi tiga babakan waktu.
(1)
Lambing dari masa
Pra-Kristen (zaman kekafiran jerman), antara
lain diwujudkan dengan gambar pohon hayat, kepala kuda atau roda
matahari, yang kemudian pada masa Kristen ditambah dengan lambing salib.
(2)
Masa Kristen berupa
lambing gambar salib, gambar hati (hart), jangkar (angker), yaitu lambing
kepercayaan, harapan,dan kejujuran.
(3)
Khusus lambing-lambang
dari agama Roma Khatolik, yaitu berupa miskelk dan hostie.
1.
Macam-macam
Hiasan Kemuncak dan Atap Rumah
a.
Penunjuk Arah Tiupan
Angin (windwijzer)
Penunjuk arah
tiupan angin (windwijzer) disebut juga windvaan, dalam bahasa Perancis disebut
girovettes dan apabila dapat berputar-putar wire-wire.
b.
Hiasan Puncak Atap (Nok
Akroterie) dan Cerobong Asap Semu
Bentuk hiasan
puncak atap (nok acroterie) dulu menghias atap rumah petani. Hiasan ini terbuat
dari daun alang-alang (stroo) sebagai prototype, kemudian pada rumah indis
dibentuk dengan bahan semen.
c.
Hiasan Kemuncak Tampak
Depan (Geveltoppen)
Bentuk segitiga
pada depan rumah disebut voorschot. Seringkali voorschot itu dihias dengan
papan kayu yang dipasang vertical. Ragam hias yang dipahat seringkali memiliki
arti simbolik berupa huruf-hurug yang distilasi sehingga merupakan motif ragam
hias (renenschrift).
2.
Ragam
Hias pada Tubuh Bangunan (Topgevel)
Selain terdapat dikemuncak
(topgevel) dan tadhah angin (tympanon), ragam hias juga terdapat pada bagian
tubuh bangunan, misalnya pada lubang-lubang angina (bovenlicht) yang terletak
diatas pintu atau jendela. Lubang angin pada rumah gaya indis di Jawa dihias
sederhana saja, yaitu lukisan anah panah yang ujung-ujungnya mengarah kearah
pusat. Itupun hanya terbuat dari bahan kayu. Yang tampak menonjolialah ragam
hias pada bangunan rumah pejabat pemerintah seperti gubernur, residen, asisten
presiden, bupati, dan kontrolir wilayah, yaitu ragam hiasa pada batang-batang
tiangnya.
Gaya Doria digunakan karena sesuai
watakdan jiwa bangsa Doriayang berjiwa militer, yaitu kokoh, kuat, perkasa,
sekaligus sebagi lambang kekuasaan. Gaya Ionia sesuai dengan wtak bangsa ionia
yang menyukai keindahan dan keserasian. Mereka menciptakan bagunan penuah
dengan hiasan keindahan namun tidak meninggalkan kekuasaan.
Gaya korinthia diciptakan oleh para
pengusaha kota korinthia yang kaya dan makmur pada abad ke-5 sebelum masehi.
Untuk menunjukan kekayaan, kemakmuran dan kemewahan, para pengusaha kaya dari
kota korinthia menciptakan tiang bangunan gaya korinthia yang melambangkan
keindahandan kemewahan.
3.6 Kesimpulan Dan Saran
Kehadiran berbagai bangsa di kepulauan Nusantara memperkaya kebudayaan Indonesia.
Kehadiran bangsa Eropa, khususnya Belanda, yang kemudian menjadi penguasa yang
menimbulkan percampuran yang disebut budaya indis.
Kebudayaan Indis merupakan hasil
perpaduan dua kebudayaan, yaitu Indonesia dan Eropa, kebudayaan campuran ini
cukup mencakup ke tujuh aspek unsur universal
bangsa, seperti yang telah dimiliki semua bangsa didunia. Kebudayaan
Indis adalah kebudayaan yang merupakan kepanjangan kebudayaan Indonesia, yang
terdiri atas kebudayaan prasejarah, kebudayaan hindu budha dan kebudayaan islam
di Indonesia.
Istilah Indis patut digunakan untuk
menandai kebudayaan Indonesia modern yang meliputi rentang waktu sejak
kehadiran orang Belanda sampai dengan abad ke-20, bersaamaan dengan runtuhnya
Hindia Belanda tahun 1942. Kebudayaan Indis ada secara positif berperan penting
dalam kebudayaan Indonesia modern.
Istilah
“Indis” yang dirasa berkonotasi sebagai hasil kebudayaan yang rendah dari masa
penjajahan tidak perlu dirisaukan lagi, sebab Indonesia telah merdeka dan
memproklamasikan kemerdekaannya.
A.
Berhubungan
dengan seni karya budaya jasmani
1.
Seni
bangunan
Sampai
akhir abad ke-20, banyak peninggalan seni bangunan gaya indis, baik bangunan
rumah tinggal, maupun bangunan rumah tinggal, maupun bangunan (gedung
perkantorn, gedung pertemuan, benteng, rumah tinggal, rumah dinas pejabat,
stasiun, jembatan dan sebagainya) banyak yang sudah hancur atau digusur.
2.
Karya
seni rupa dan seni kerajinan
Barang-barang
karya seni rupa gaya Indis yang terdiri
dari seni lukis, seni patung (relief) dan seni kerajinan, (termasuk seni
jauhari, yaitu kerajinan membuat perhiasan dari emas, perak dan batu mulia)
tidak banyak di museum-museum di Indonesia, akibatnya cucu bangsa kurang
mengenal berbagai karya seni dan seni jauhari nenek moyangnya.
B.
Berhubungan
dengann karya budaya rohani
Hasil
budaya dari masa Hindia Belanda oleh sebagian orang ada yang dianggap sebagai
sesuatu yang negative, misalnya : merendahkan derajat orang kulit berwarna,
bahkan mendidik jiwa menjadi feudal dan berfikiran sempit. Tetapi banyak juga
peninggalan budaya positif dan budaya positif itu patut untuk diteruskan dan
dikembangkan di Indonesia.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
- Kebudayaan indis adalah percampuran budaya antara budaya jawa dan belanda dimana budaya Indis ini pada awalnya didukung oleh kebiasaan hidup membujang pada pejabat Belanda. Saat itu, ada larangan membawa isteri dan mendatang kan perempuan Belanda ke Hindia Belanda. Hal ini mendorong lelaki Belanda menikahi penduduk setempat. Maka, terjadilah pencampuran darah yang melahirkan anak-anak berdarah campuran, serta menumbuhkan budaya dan gaya hidup Belanda-Pribumi atau gaya Indis.
- Gaya Hidup Masyarakat Indis menunjukan perbedaan mencolok dengan kelompok – kelompok sosial lainnya, terutama dengan kelompok masyarakat tradisional jawa. Salah satu faktor yang menjadi petunjuk utama setatus seseorang ialah gaya hidupnya, yaitu berupa berbagai tata cara, adat-istiadat serta kebiasaan perilaku, dan mental sebagai ciri golongan social Indis
- Berhubungan dengan seni karya budaya jasmani yaitu dalam Seni bangunan,banyak peninggalan seni bangunan gaya indis, baik bangunan rumah tinggal, maupun bangunan rumah tinggal, maupun bangunan (gedung perkantorn, gedung pertemuan, benteng, rumah tinggal, rumah dinas pejabat, stasiun, jembatan dan sebagainya) banyak yang sudah hancur atau digusur.
- Karya seni rupa dan seni kerajinan terdiri dari seni lukis, seni patung (relief) dan seni kerajinan, (termasuk seni jauhari, yaitu kerajinan membuat perhiasan dari emas, perak dan batu mulia) tidak banyak di museum-museum di Indonesia, akibatnya cucu bangsa kurang mengenal berbagai karya seni dan seni jauhari nenek moyangnya.
- Berhubungan dengann karya budaya rohani Hasil budaya dari masa Hindia Belanda oleh sebagian orang ada yang dianggap sebagai sesuatu yang negative, misalnya : merendahkan derajat orang kulit berwarna, bahkan mendidik jiwa menjadi feudal dan berfikiran sempit. Tetapi banyak juga peninggalan budaya positif dan budaya positif itu patut untuk diteruskan dan dikembangkan di Indonesia.
Psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang
(terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas
pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Soekirman,
djoko. Kebudayaan Indis, Komunitas bambu, Depok , 2011
http://syalsya.blogspot.com/2010/10/psikologi-indigenus-dan-indigenisasi.html
bigsidik.blogspot.com/2011/09/psikologi-lintas-budaya.html
http://christina5handayani.multiply.com/calendar/item/10043/Kuliah_Psikologi_Budaya_1?&show_interstitial=1&u=%2Fcalendar%2Fitem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar