BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Budaya
Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesa yang didalam
tradisinya memiliki nilai-nilai keluhuran dan kearifan budaya yang menjadi ciri
khas masyarakat Jawa. Setiap tradisi dalam masyarakat Jawa memiliki arti dan
makna filosofis yang mendalam dan luhur, yang mana tradisi ini sudah ada sejak
zaman kuno saat kepercayaan masyarakat jawa masih animisme-dinamisme dan
tradisi-tradisi Jawa ini semakin berkembang dan mengalami perubahan-perubahan
seiring masuknya agama Hindu-Budha hingga Islam ke tanah Jawa. Menurut Piotr Sztompka, dalam arti sempit
tradisi adaah kumpulan benda material dan gagasan yang diberi makna khusus yang
berasal dari masa lalu. Kemunculan dan perubahan tradisi tersebut juga terjadi
dalam tradisi Jawa, proses perubahan tradisi terjadi seperti berputarnya suatu
roda yang kadang diatas dan kadang dibawah dan kadang muncul dan suatu saat
timbul kembali sesuai dengan siklusnya. Menurut Suparman mengatakan “Suatu
tradisi akan muncul dan tenggelam dikarenakan adanya dua faktor penyebab, yaitu
faktor intern seperti kurangnya kesadaran dalam memelestarikan budaya dan
faktor ekstern seperti adanya pengaruh budaya asing yang bertolak belakang
dengan kebudayaan bangsa”. Dari tradisi-tradisi Jawa ini dapat diperoleh
berbagai manfaat dan kegunaan kebudayaaan dimana budaya Jawa adalah budaya
sarat dengan simbol-simbol yang dalam setiap simbolis-simbolnya memiliki makna
leksikal maupun makna sense yang disebut piwulang kebecikan (ajaran kebaikan).
Piwulang kebecikan inilah yang mengantarkan masyarakat Jawa pada sangkan
paraning dumadi (arah tujuan hidupnya) yaitu menggapai hidup bahagia dunia dan
akhirat (Suwardi, 2009).
Pengasuhan
anak dilakukan dengan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan
sumbangan dalam mewarnai perkembangan bentuk bentuk perilaku social anak. Pola
asuh yang diberikan pada anak berbeda beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh dua
factor yaitu factor internal dan eksternal. Yang termasuk factor internal
adalah latar belakang keluarganya, factor usia orang tua dan anak, pendidikan
dan wawasan orang tuanya, jenis kelamin orangtua dan anak, dan konsep peranan
orangtua dalam keluarga. Faktor eksternal terdiri dari tradisi yang berlaku
dalam lingkungannya, social ekonomi lingkungan dan semua hal yang berasal dari
luar keluarga tersebut yang bisa mempengaruhi keluarga tersebut dalam
menerapkan pola asuh, Menurut Riyanto (2002) Dalam mengasuh anak orang tua
bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja,
melainkan membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak.
2. Fenomena Yang Terjadi
Budaya
Jawa saat ini semakin terdesak oleh arus perkembangan zaman atau globalisasi,
perubahan masyarakat Jawa juga terjadi sangat signifikan dari perubahan pola
bahasa hingga tingkah laku, dan pola asuh terhadap anak . Jamaris (2005) berpendapat bahwa karakter
dan integritas perkembangan anak terbentuk pertama-tama di lingkungan
keluarga. Di lingkungan kecil itulah individu mengenal dan belajar
tentang berbagai tata nilai melalui pendidikan yang diberikan,
tata nilai akan ditumbuhkembangkan agar yang bersangkutan siap memasuki dunia nyata di luar kehidupan
keluarga.
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami dan mengetahui bagaimana gambaran mengenai pengaruh budaya yang dianut khusunya jawa timur
terhadap pola asuh anak dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi budaya terhadap pola asuh yang diterapkan.
4. Metode Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
Kualitatif. Metode kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan prilaku yang dapat diamati (Bogdan & Taylor, 1975). Prof.Dr.
Lexy J. Moleong menyimpulkan penelitian kualitatif adalah "penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah."
5. Umum Khusus
Dalam penelitian ini menggunakan bahasan
dari umum ke khusus. Penelitian ini akan menjabarkan secara umum tentang pola
asuh yang dipengaruhi oleh budaya
khusunya budaya jawa timur.Pola asuh akan dijabarkan secara keseluruhan setelah
itu dikaitkan dengan budaya yang mempengaruhi pola asuh tersebut secara khusus dan spesifik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengaruh
1.
Pengertian Pengaruh
Pengertian Pengaruh menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia , Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu
(orang, benda) yang ikut membentuk
watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang (dalam widyatama, 2002,849). Sedangkan menurut Badudu dan Zain , Pengaruh adalah (1) Daya yang
menyebabkan sesuatu terjadi, (2) sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah
sesuatu yang lain dan (3) tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan
orang lain (dalam Widyatama,1994,1031).
Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau
mengubah sesuatu yang lain.
B. Kebudayaan
1.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang
kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Menurut Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
C. Jawa Timur
1.
Pengertian Jawa Timur
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di
bagian timur Pulau Jawa, Indonesia.
Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah
penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi
di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia
setelah Jawa
Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa
di utara, Selat
Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah
di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau
Madura, Pulau Bawean, Pulau
Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa
dan Samudera Hindia(Pulau Sempu
dan Nusa
Barung).
a. Kesenian
Jawa Timur memiliki sejumlah
kesenian khas. Ludruk
merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni
seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan
ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan
sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik
sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo
dan parikan.
Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya,
Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan
modernisasi.
Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia
merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi icon
kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda
lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya
antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman,
kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang
kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan,
Angling
Darma, dan Sarip Tambak-Oso.Seni tari tradisional di Jawa
Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran,
tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain
tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.
Terdapat pula kebudayaan semacam barong sai di
Jawa Timur. Kesenian itu ada di dua kabupaten yaitu, Bondowoso dan Jember.
Singo Wulung adalah kebudayaan khas Bondowoso. Sedangkan Jember memiliki macan
kadhuk. Kedua kesenian itu sudah jarang ditemui.
b. Budaya dan adat istiadat
Kebudayaan dan adat istiadat
Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa
Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan
bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi
eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan),
eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian
Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup
populer di kawasan ini.
Kawasan pesisir barat Jawa Timur
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban,
Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah masuknya
dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo
dimakamkan di kawasan ini. Di kawasan
eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan
Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan
ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta.
Adat istiadat di kawasan Tapal
Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya populasi Suku
Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya
Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi
oleh budaya Hindu.
Masyarakat desa di Jawa Timur,
seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan
dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan
(upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara
menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima
hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan,
pacangan.
Penduduk Jawa Timur umumnya
menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki
melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki
calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara
perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Masyarakat
di pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki kebiasaan
lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah
lain di Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria
selanjutnya akan masuk ke dalam keluarga wanita. Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga
melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1
tahun, dan 3 tahun setelah kematian.
1. Era klasik
Prasasti Dinoyo yang
ditemukan di dekat Kota Malang adalah sumber tertulis tertua di Jawa Timur,
yakni bertahun 760.
Pada tahun 929, Mpu Sindok
memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, serta
mendirikan Wangsa Isyana yang kelak berkembang menjadi Kerajaan
Medang, dan sebagai suksesornya adalah Kerajaan Kahuripan, Kerajaan
Janggala, dan Kerajaan Kadiri. Pada masa Kerajaan Singhasari, Raja Kertanagara
melakukan ekspansi hingga ke Melayu. Pada era Kerajaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk,
wilayahnya hingga mencapai Malaka dan Kepulauan Filipina.
Bukti awal masuknya Islam ke Jawa Timur
adalah adanya makam nisan di Gresik bertahun 1102, serta sejumlah
makam Islam pada kompleks makam Majapahit. Tetapi
setelah penemuan munculnya candi Jedong di Daerah Wagir , Malang , Jawa Timur
yang diyakini lebih tua dari Prasasti Dinoyo , yakni sekitar abad 6 Masehi.
2. Kolonialisme
Bangsa
Portugis
adalah bangsa barat yang pertama kali datang di Jawa Timur. Kapal Belanda
dipimpin oleh Cornelis de Houtman mendarat di Pulau
Madura pada tahun 1596.
Surabaya jatuh ke tangan VOC pada tanggal 13 Mei 1677. Ketika
pemerintahan Stamford Raffles, Jawa Timur untuk pertama kalinya
dibagi atas karesidenan, yang berlaku hingga tahun 1964.
Era Kemerdekaan
Kantor gubernur Jawa Timur di Surabaya di
tahun 1951
Setelah
kemerdekaan Indonesia, Indonesia terbagi menjadi 8 provinsi dan Jawa Timur
termasuk salah satu provinsi tersebut. Gubernur pertama Jawa Timur adalah R. Soerjo,
yang juga dikenal sebagai pahlawan nasional.
c. Suku bangsa
Mayoritas penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa,
namun demikian, etnisitas di Jawa Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar
hampir di seluruh wilayah Jawa Timur daratan. Suku Madura
mendiami di Pulau Madura dan daerah Tapal Kuda
(Jawa Timur bagian timur), terutama di daerah pesisir utara dan selatan. Di
sejumlah kawasan Tapal Kuda, Suku Madura bahkan merupakan mayoritas. Hampir di
seluruh kota di Jawa Timur terdapat minoritas Suku Madura, umumnya mereka
bekerja di sektor informal.
Suku
Tengger, konon adalah keturunan pelarian Kerajaan Majapahit, tersebar di
Pegunungan Tengger dan sekitarnya. Suku Osing
tinggal di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi. Orang Samin tinggal di
sebagian pedalaman Kabupaten Bojonegoro.
Selain
penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal bagi para pendatang.
Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup signifikan
dan mayoritas di beberapa tempat, diikuti dengan Arab;
mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali
juga tinggal di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak
ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah kawasan
industri lainnya.
d. Bahasa
Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa
dituturkan oleh sebagian besar Suku Jawa. Bahasa Jawa yang dituturkan di Jawa
Timur memiliki beberapa dialek/logat. Di daerah Mataraman (eks-Karesidenan
Madiun dan Kediri), Bahasa Jawa yang dituturkan hampir sama dengan Bahasa Jawa
Tengahan (Bahasa Jawa Solo-an). Di daerah pesisir utara bagian barat (Tuban
dan Bojonegoro), dialek Bahasa Jawa yang dituturkan mirip dengan yang
dituturkan di daerah Blora-Rembang di Jawa Tengah.
Dialek Bahasa Jawa di bagian tengah
dan timur dikenal dengan Bahasa Jawa Timuran, yang dianggap bukan Bahasa
Jawa baku. Ciri khas Bahasa Jawa Timuran adalah egaliter, blak-blakan, dan
seringkali mengabaikan tingkatan bahasa layaknya Bahasa Jawa Baku, sehingga
bahasa ini terkesan kasar. Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal
cukup fanatik dan bangga dengan bahasanya, bahkan merasa lebih akrab. Bahasa
Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan.
Dialek Bahasa Jawa di Malang umumnya hampir sama dengan Dialek Surabaya.
Dibanding dengan bahasa Jawa dialek Mataraman (Ngawi sampai Kediri), bahasa
dialek malang termasuk bahasa kasar dengan intonasi yang relatif tinggi.
Sebagai contoh, kata makan, jika dalam dialek Mataraman diucapkan dengan 'maem'
atau 'dhahar', dalam dialek Malangan diucapkan 'mangan'. Salah satu ciri khas
yang membedakan antara bahasa arek Surabaya dengan arek Malang adalah
penggunaan bahasa terbalik yang lazim dipakai oleh arek-arek Malang. Bahasa
terbalik Malangan sering juga disebut sebagai bahasa walikan atau osob
kiwalan. Berdasarkan penelitian Sugeng Pujileksono (2007), kosa kata
(vocabulary) bahasa walikan Malangan telah mencapai lebih dari 250 kata. Mulai
dari kata benda, kata kerja, kata sifat. Kata-kata tersebut lebih banyak
diserap dari bahasa Jawa, Indonesia, sebagian kecil diserap dari bahasa Arab,
Cina dan Inggris. Beberapa kata yang diucapkan terbalik, misalnya mobil
diucapkan libom, dan polisi diucapkan silup. Produksi bahasa
walikan Malangan semakin berkembang pesat seiring dengan munculnya supporter
kesebelasan Arema (kini Arema Indonesia)yang sering disebut Aremania.
Bahasa-bahasa walikan banyak yang tercipta dari istilah-istilah di kalangan
supporter. Seperti retropus elite atau supporter elit. Otruham
untuk menyebut supporter dari wilayah Muharto. Saat ini Bahasa Jawa merupakan
salah satu mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah-sekolah dari
tingkat SD hingga SLTA.
Bahasa
Madura dituturkan oleh Suku Madura di Madura maupun di mana pun mereka
tinggal. Bahasa Madura juga dikenal tingkatan bahasa seperti halnya Bahasa
Jawa, yaitu enja-iya (bahasa kasar), engghi-enten (bahasa tengahan),
dan engghi-bhunten (bahasa halus). Dialek Sumenep dipandang sebagai
dialek yang paling halus, sehingga dijadikan bahasa standar yang diajarkan di
sekolah. Di daerah Tapal Kuda, sebagian penduduk menuturkan dalam dua bahasa:
Bahasa Jawa dan Bahasa Madura. Kawasan kepulauan di sebelah timur Pulau Madura
menggunakan Bahasa Madura dengan dialek tersendiri, bahkan dalam beberapa hal
tidak dimengerti oleh penutur Bahasa Madura di Pulau Madura (mutually
unintellegible).
Suku Osing di Banyuwangi
menuturkan Bahasa Osing. Bahasa
Tengger, bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Suku Tengger, dianggap
lebih dekat dengan Bahasa Jawa Kuna.
Penggunaan bahasa daerah kini mulai
dipromosikan kembali. Sejumlah stasiun televisi lokal kembali menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada beberapa acaranya, terutama berita
dan talk show, misalnya JTV
memiliki program berita menggunakan Boso Suroboyoan, Bahasa Madura, dan
Bahasa Jawa Tengahan.
D. Pola Asuh
1.
Pengertian Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu
.pola. dan .asuh.. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, .pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap Sedangkan kata .asuh dapat berati menjaga
(merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu
badan atau lembaga. ( dalam yusniyah
,Depdikbud,1988). Lebih jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang
berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan,
dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.( dalam yusniyah, Elaine Danelson, 1990).
Menurut Dr. Ahmad Tafsir seperti yang
dikutip oleh Danny I.
Yatim-Irwanto .Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak
didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (dalam
yusniyah, Danny I. Yatim-Irwanto, 1991). Jadi pola asuh orang tua adalah suatu
keseluruhan interaksi antara orang tua dengan
anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta
nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang
tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
2. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua
Dalam
mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan
pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama lain hampir mempunyai
persamaan. Di antaranya adalah sebagai berikut :
Dr.
Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam pola, yaitu:
1. Kasar dan tegas
Orang tua yang mengurus keluarganya
menurut skema neurotik menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak
akan di ubah dan mereka membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka
sendiri dan anak-anak mereka.
2. Baik hati dan tidak tegas
Metode pengelolaan anak ini
cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, yang lemah dan yang
tergantung, dan yang bersifat kekanak-kanakan secara emosional.
3. Kasar dan tidak tegas
Inilah kombinasi yang menghancurkan
kekasaran tersebut biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan
sengaja berprilaku buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan
untuk itu.
4. Baik hati dan tegas
Orang
tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka tindakan yang mereka
tidak setujui. Namun dalam melakukan ini, mereka membuat suatu batas hanya
memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak pernah si anak atau
pribadinya.
Drs.
H. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Fels Research Institute, corak hubungan orang tua-anak dapat dibedakan menjadi
tiga pola, yaitu :
1.
Pola
menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan
orang tua terhadap anak.
2.
Pola
memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap
protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang
overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama
sekali.
3.
Pola
demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf
partisifasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi
berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan dalam
pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu, anak dapat berpartisifasi dalam
keputusan-keputusan keluarga.
Menurut
Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam mengasuh
anaknya, antara lain :
1.
Melindungi
secara berlebihan
Perlindungan
orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang
berlebihan.
2.
Permisivitas
Permisivitas
terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit
pengendalian.
3. Memanjakan
Permisivitas yang
berlebih-memanjakan membuat anak egois, menuntut dan sering tiranik.
4. Penolakan
Penolakan dapat dinyatakan dengan
mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak
dan sikap bermusuhan yang terbuka.
5. Penerimaan
Penerimaan orang tua ditandai oleh
perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima,
memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.
6. Dominasi
Anak yang didominasi oleh salah
satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi
cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat
sensitif.
7. Tunduk pada anak
Orang tua yang tunduk pada anaknya
membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka.
8. Favoritisme
Meskipun mereka berkata bahwa
mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai
favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya
dari pada anak lain dalam keluarga.
9. Ambisi orang tua
Hampir semua orang tua mempunyai
ambisi bagi anak mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis.
Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan
hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial.
Danny
I. Yatim-Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua,
yaitu :
1. Pola asuh otoriter, pola ini
ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak
sangat dibatasi.
2. Pola asuh demokratik, pola ini
ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya.
3. Pola asuh permisif, pola
asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berprilaku sesuai dengan keinginannya.
4. Pola asuhan dengan ancaman, ancaman
atau peringatan yang dengan keras diberikan pada anak akan dirasa sebagai
tantangan terhadap otonomi dan pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk
menunjukkan bahwa ia mempunyai harga diri.
5. Pola asuhan dengan hadiah, yang
dimaksud disini adalah jika orang tua mempergunakan hadiah yang bersifat
material atau suatu janji ketika menyuruh anak berprilaku seperti yang
diinginkan.
Thomas Gordon mengemukakan metode
pengelolaan anak, yaitu :
a.
Pola asuh menang
b.
Pola asuh mengalah
c.
Pola asuh tidak menang dan tidak kalah.
Menurut Syamsu Yusuf terdapat 7
macam bentuk pola asuh yaitu :
a. Overprotection
( terlalu melindungi )
b. Permisivienes
( pembolehan )
c. Rejection
( penolakan )
d. Acceptance
( penerimaan )
e. Domination
( dominasi )
f. Submission
( penyerahan )
g. Over
disipline ( terlalu disiplin )
Sedangkan
Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan
orang tua dalam keluarga, yaitu :
a. Autokratis (otoriter)
Ditandai dengan adanya
aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan anak sangat di batasi.
b. Demokratis
Ditandai dengan adanya sikap
terbuka antara orang tua dan anak.
c. Permisif
Ditandai dengan adanya kebebasan
tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri.
d. Laissez faire
Ditandai dengan sikap acuh tak acuh
orang tua terhadap anaknya.
Dari
berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan
mengemukakan tiga macam saja, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan laissez
faire. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi lebih
terfokus dan jelas. Oleh karena, jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola
asuh di atas pada intinya hampir sama. Misalnya saja antara pola asuh autokratis,
over protection, over discipline. Dominasi, favoritisme, ambisi orang
tua dan otoriter, semuanya menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan
dan kepatuhan yang berlebihan. Demikian pula halnya dengan pola
asuh laissez faire, rejection, submission, permisiveness, memanjakan.
Secara implisit, kesemuanya itu memperlihatkan suatu sikap yang kurang
berwibawa, bebas, acuh tak acuh. Adapun acceptance (penerimaan) bisa
termasuk bagian dari pola asuh demokratis. Oleh karena itulah, maka penulis
hanya akan membahas tiga macam pola asuh, yang secara teoritis lebih dikenal
bila dibandingkan dengan yang lainnya. Yaitu pola asuh otoriter, demokratis
dan laissez faire.
1.
Otoriter
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, otoriter .berarti berkuasa sendiri dan
sewenang-wenang. Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih D. Gunarsa, pola
asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan
tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada
kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri.
Jadi
pola asuh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan
sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak
tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak. Serta orang tualah yang
berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanyalah sebagai objek
pelaksana saja. Jika anak-anaknya menentang atau membantah, maka ia tak
segan-segan memberikan hukuman. Jadi, dalam hal ini kebebasan anak sangatlah
dibatasi. Apa saja yang dilakukan anak harus sesuai dengan keinginan orang tua. Pada pola asuhan ini akan terjadi
komunikasi satu arah. Orang tualah yang memberikan tugas dan menentukan
berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah yang
diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua. Karena menurutnya tanpa
sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jadi
anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran
bahwa apa yang dikerjakannya itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.
Penerapan
pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak, dapat mempengaruhi proses
pendidikan anak terutama dalam pembentukan kepribadiannya. Karena disiplin yang
dinilai efektif oleh orang tua (sepihak), belum tentu serasi dengan
perkembangan anak. Prof. Dr. Utami Munandar mengemukakan bahwa, .sikap orang
tua yang otoriter paling tidak menunjang perkembangan kemandirian dan tanggung
jawab sosial. Anak menjadi patuh, sopan, rajin mengerjakan pekerjaan sekolah,
tetapi kurang bebas dan kurang percaya diri Disini perkembangan anak itu
semata-mata ditentukan oleh orang tuanya. Sifat pribadi anak yang otoriter
biasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu di
dalam semua tindakan, serta lambat berinisiatif. Anak yang dibesarkan di rumah
yang bernuansa otoriter akan mengalami perkembangan yang tidak diharapkan orang
tua. Anak akan menjadi kurang kreatif jika orang tua selalu melarang segala
tindakan anak yang sedikit menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Larangan
dan hukuman orang tua akan menekan daya kreativitas anak yang sedang
berkembang, anak tidak akan berani mencoba, dan ia tidak akan mengembangkan
kemampuan untuk melakukan sesuatu karena tidak dapat kesempatan untuk mencoba.
Anak juga akan takut untuk mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat
mengimbangi temantemannya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif dalam
pergaulan. Lamalama ia akan mempunyai perasaan rendah diri dan kehilangan
kepercayaan kepada diri sendiri.
Karena
kepercayaan terhadap diri sendiri tidak ada, maka setelah dewasapun masih akan
terus mencari bantuan, perlindungan dan pengamanan. Ini berarti anak tidak
berani memikul tanggung jawab. Adapun
ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut :
a.
Anak harus mematuhi
peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
b.
Orang tua cenderung mencari
kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.
c.
Orang tua cenderung memberikan
perintah dan larangan kepada anak.
d.
Jika terdapat perbedaan pendapat antara
orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang.
e.
Orang tua cenderung memaksakan
disiplin.
f.
Orang tua cenderung memaksakan
segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana.
g.
Tidak ada komunikasi antara orang
tua dan anak.
2. Demokratis
Menurut
Prof. Dr. Utami Munandar, .Pola asuh demokratis adalah cara mendidik anak, di
mana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan
keadaan dan kebutuhan anak.
Pola
asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai
kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang
penuh pengertian antara orang tua dan anak. Dengan kata lain, pola asuh
demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat,
melakukan apa yang diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau
aturan-aturan yang telah ditetapkan orang tua. Adapun
ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut :
a. Menentukan
peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan
yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak
b. Memberikan
pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik
agar di tinggalkan
c. Memberikan
bimbingan dengan penuh pengertian
d. Dapat
menciptakan keharmonisan dalam keluarga
e. Dapat
menciptakan suasana komunikatif antara orang tua dan anak serta sesama keluarga
Dari
berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh demokratis mempunyai
dampak positif yang lebih besar dibandingkan dengan pola asuh otoriter maupun
laissez faire. Dengan pola asuh demokratis anak akan menjadi orang yang mau
menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain, mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan
sosialnya. Tidak ada orang tua yang menerapkan salah satu macam pola asuh
dengan murni, dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam
pola asuh dengan memiliki kecenderungan kepada salah satu macam pola.
3. Laissez Faire
Kata
laissez faire berasal dari Bahasa Perancis yang berarti membiarkan (leave
alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu sistim di mana
si pendidik menganut kebijaksanaan non intereference (tidak turut
campur).Pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah member
aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa
pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah prilakunya benar atau salah
karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun menyalahkan anak. Akibatnya
anak akan berprilaku sesuai dengan keinginanya sendiri, tidak peduli apakah hal
itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak.
Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai
makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang dapat bertindak
dan berbuat menurut hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan
menentukan sendiri apa yang diinginkannya. Kebebasan sepenuhnya diberikan
kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh tak acuh
terhadap anaknya. Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak
nakal yang manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara
emosional. Seorang anak yang belum pernah diajar untuk mentoleransi frustasi, karena
ia diperlakukan terlalu baik oleh orang tuanya, akan menemukan banyak masalah
ketika dewasa. Dalam perkawinan dan pekerjaan, anak-anak yang manja tersebut
mengharapkan orang lain untuk membuat penyesuaian terhadap tingkah laku mereka.
Ketika mereka kecewa mereka menjadi gusar, penuh kebencian, dan bahkan
marah-marah. Pandangan orang lain jarang sekali dipertimbangkan. Hanya
pandangan mereka yang berguna. Kesukaran-kesukaran yang terpendam antara
pandangan suami istri atau kawan sekerja terlihat nyata. Adapun yang termasuk pola asuh laissez
faire adalah sebagai berikut :
a. Membiarkan
anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.
b. Mendidik
anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
c. Mengutanakan
kebutuhan material saja.
d. Membiarkan
saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri
sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan orang
tua).
e. Kurang
sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.
Setiap
tipe pengasuhan pasti memiliki resiko masing-masing. Tipe otoriter memang
memudahkan orang tua, karena tidak perlu bersusah payah untuk bertanggung jawab
dengan anak. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh seperti ini mungkin memang
tidak memiliki masalah dengan pelajaran dan juga bebas dari masalah kenakalan
remaja. Akan tetapi cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki
kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang dapat bergaul dengan lingkungan
sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta memiliki defresi yang lebih
tinggi. Sementara pola asuh laissez faire, membuat anak merasa boleh berbuat
sekehendak hatinya. Anak memang akan memiliki rasa percaya yang lebih besar,
kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi lebih rendah. Tapi juga akan lebih
mungkin terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi yang rendah di
sekolah. Anak tidak mengetahuyi norma-norma sosial yang harus dipatuhinya. Anak
membutuhkan dukungan dan perhatian dari keluarga dalam menciptakan karyanya.
Karena itu, pola asuh yang dianggap lebih cocok untuk membantu anak
mengembangkan kreativitasnya adalah otoratif atau biasa lebih dikenal dengan
demokratis. Dalam pola asuh ini, orang tua memberi control terhadap anaknya
dalam batas-batas tertentu, aturan untuk hal-hal yang esensial saja, dengan tetap
menunjukkan dukungan, cinta dan kehangatan kepada anaknya. Melalui pola asuh
ini anak juga dapat merasa bebas mengungkapkan kesulitannya, kegelisahannya
kepada orang tua karena ia tahu, orang tua akan membantunya mencari jalan
keluar tanpa berusaha mendiktenya.
3.
Faktor - faktor yang
Mempengaruhi Pola Asuh
Hurlock
(1993) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:
a. Pendidikan orang tua
Orang tua yang mendapat
pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh yang lebih demokratis
ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya terbatas.
Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan anak.
b. Kelas Sosial
Orang tua dari kelas
sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding dengan orang tua dari kelas
sosial bawah.
c. Konsep tentang peran orang tua
Tiap orang tua memiliki
konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana seharusnya orang tua berperan. Orang
tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibanding
orang tua dengan konsep nontradisional.
d. Kepribadian orang tua
Pemilihan pola asuh
dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua yang berkepribadian tertutup
dan konservatif cenderung akan memperlakukan anak dengan ketat dan otoriter.
e. Kepribadian Anak
Tidak hanya kepribadian
orang tua saja yang mempengaruhi pemilihan pola asuh, tetapi juga kepribadian
anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat lebih terbuka terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang pada dirinya dibandingkan dengan anak yang
introvert.
f. Usia anak
Tingkah laku dan sikap
orang tua dipengaruhi oleh anak. Orang tua yang memberikan dukungan dan dapat
menerima sikap tergantung anak usia pra sekolah dari pada anak.
4.
Dimensi Pola Asuh Orang
Tua
Baumrind (1994)
mengemukakan 4 dimensi pola asuh yaitu:
a.
Kendali Orang Tua (Control):
tingkah menunjukan pada upaya orang tua dalam menerapkan kedisiplinan pada anak
sesuai dengan patokan laku yang sudah dibuat sebelumnya.
b.
Kejelasan Komunikasi
Orang Tua-anak (Clarity Of Parent Child Communication): menunjuk
kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau
keluhan anak, dan juga kesadaran orang tua dalam memberikan hukuman kepada anak
bila diperlukan.
c.
Tuntutan Kedewasaan (Maturity
Demands): menunjuk pada dukungan prestasi, social, dan emosi orang tua
terhadap anak.
d.
Kasih
Sayang (Nurturance): menunjuk pada kehangatan dan keterlibatan orang tua
dalam memperlihatkan kesejahteraan dan kebahagiaan anak.
HASIL WAWANCARA
Wawancara subjek 1
I. Subjek
1.
Identitas Subjek
Nama (Inisial) :
F
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah
tangga
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Depok
Status : Menikah
Anak : 2
2.
Latar Belakang Subjek
1.
Apa anda disuh oleh orang tuya anda sendiri atau
diasuh oleh wali? Iya diasuh orang tua sendiri
2.
Bagaimana menurut anda sitem pola asuh yang anda
terima? Ehm..penuh dengan kasih sayang.. orang tua saya tidak pernah menuntut
kepada saya misalnya untuk selalu mendapat nilai bagus, rangking, termasuk
menentukan jalan hidup yang saya pilih mulai dari menentukan sekolah,
pekerjaan, dll. Mereka hanya menanamkan
pendidikan moral pada saya selanjutnya terserah saya…
3.
Apa anda menyukai pola asuh yang mereka berikan
terhadap anda? Tentu kalau tidak saya tidak bisa jadi seperti ini..
4.
Pada saat anda masih diasuh oleh orang tua, anda
berdomisili? Di jawa…
5.
Apakah kebudayaan tempat anda berdomisili pada
saat itu mempengaruhi orang tua anda dalam mengasuh anda? Ya tentu…adat
istiadat, sopan santun, semua terkait dengan budaya di jawa..
6.
Bagaimana kebudayaan anda khususnya jawa timur
mengatur cara mengasuh anak? Ya dalam kebudayaan jawa timur cara mengasuh anak
mungkin sama dengan budaya budaya lainnya mulai dari mengajarkan kebaikan,
sopan santun dengan orang tua mulai dari berbicara sampai bertingkah laku.
Kalau di tempat saya untuk berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan
bahasa yang berbedaa dengan berbicara dengan sebaya..kalau dengan orang tua
menggunakan kromo inggil yang lebih halus bahasanya dan kalau sebaya
menggunakan bahasa biasa..
7.
Apakah pola asuh itu mempengaruhi , kehidupan
anda sehari-hari? Tentu saja mempengaruhi… pola asuh dari orang tua kita
merupakan dasar dalam membentuk kepribadian kita
8.
Apakah pola asuh yang anda terima terdapat
unsure-unsur budaya didalamnya? Tentu kan saya dulu tinggal di jawa yang disana
sangat kental dengan budaya..
9.
Sekarang anda kan sudah menikah, bagaimana anda
memberikan pola asuh kepada anak anda sama dengan pola asuh yang anda terima? tentu saja..tapi mungkin
saya akan menerapkan pola asuh yang sesuai dan yang kurang cocok mungkin akan
saya tinggalkan
10. Seperti
apakah pola asuh yang sesuai dan tidak sesuai menurut anda? Ya mungkin kalau
yang sesuai ya mengenai kebaikan, sopan santun, kejujuran, dsb. Kalau yang
kurang sesuai adalah kurangnya kemandirian dan kreativitas anak karena orang
tua saya memantau bagaimana keadaan saya dan melarang saya apabila saya
melkukan aktivitas yang membahayakan seperti naik gunung, main di
sungai..tetapi saya sering melakukan aktivitas itu diam diam kemudian setelah
itu baru saya ngomong sama orang tua..
11. Sekarang
kan anda tinggal di depok, anda mempunyai 2 anak, bagaimana anda mengasuh anak
anda? System apa yang anda terrapkan? Ehm..saya mengasuh anak dengan menerapkan
pendidikan moral yang kuat..dengan moral yang kuat menjadikan kepribadian yang
kuat sehingga dia tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan…
12. Apakah
kebudayaan di tempat anda tinggal sekarang mempengaruhi anda dalam mendidik
buah hati anda? Bagaimana? Iya saya pilah pilah yg sesuai saya terapkan yang
tidak saya tinggalkan,Saya tetap menerapkan pola asuh yang seperti apa yang
saya terima dari orang tua saya sesuai dengan budaya jawa timur yang saya
peroleh
13. Bahasa
apa yang anda pergunakan dalam mendidik anak? Bahasa Indonesia tetapi dalam
kehidupan sehari hari saya menggunakan bahasa pengantar bahasa jawa soalnya
istri dan pembantu saya orang jawa.
14. Masakan
apa yang biasa anda makan sehari hari? Masakan jawa di rumah istri saya selalu
menyediakan masakan jawa..
3.
Daftar Pertanyaan
1.
Dimensi pola asuh orang tua
A.
Kendali orang tua (control)
1. Apakah menurut anda kedisiplinan dalam
mendidik anak perlu diterapkan? Bagaimana? Tentu sangat perlu sekali. Kita harus didiplin dalam menerapkan aturan
yang dibuat karena untuk membuat aturan itu ditaati kita harus disiplin..kita
harus juga menerapkan sanksi
2. Aturan
apa saja yang anda terapkan untuk mengasuh anak anda? Apakah terkait dengan
budaya anda? Ya aturan dalam cara berbicara dilarang berbica yang kotor,
kasar..aturan dilarang berbohong..dilarang memukul adiknya..dsb..ya pasti
terkaitlah dalam budaya jawa timur kan juga mengajarkan hal tersebut…
3. Apakah
anda tegas menerapkan sanksi dalam aturan tersebut? Bagaimana? Iya..ya kalau
misalnya dia bohong, ngomong kasar, dan kita telah menerapkan aturan itu
dilarang konsekuensinya ya disuruh masuk kamar biar dia bisa merenungi
kesalahannya..saya juga mengajarkan apabila dia melakukan kesalahan dia harus
minta maaf
4. Anda
kan sewaktu kecil tinggal di jawa bagaimana orang tua anda menerapkan
kediplinan? Ya orang tua saya sangat disiplin sekali menerapkan aturan
khususnya mengenai norma masyarakat
5. Apakah
orang tua anda disiplin dalam menerapkan aturan? Iya disiplin tapi kadang
kadang agak longgar juga sih…
B.
Kejelasan
komunikasi orang tua- anak
6.
Apakah anda selalu mendengarkan keluhan anak anda? Apa? Iya
selalu…ya semuanya…
7.
Apa anda selalu meluangkan waktu untuk
berkomunikasi dengan anak anda? apa saja yang kalian bicarakan? Iya harus..ya semua mulai dari tadi di
sekolah ngapain, belajar apa, dsb.
8.
Apakah orang tua anda
di jawa sama dengan anda selalu mendengarkan aspirasi pendapat anaknya?
Misalnya apa? Iya..ya sama seperti saya menanyakan pada anak saya
C.
Tuntutan
kedewasaan
9.
Apakah anda merasa
didukung dalam segi pendidikan dari formal sampai non-formal oleh orang tua
anda? tentu saja orang tua saya mendukung dan mereka tidak pernah memaksakan
saya
10. Siapa
menurut anda yang paling mendukung anda ? ibu saya
11. Pada
saat sekarng apakah anda mendukung pendidikan formal dan non formal anak anda? Mengapa? ya tentu
saja…karena pendidikan itu modal dasar kita..
12. Bagaimana
anda mendukung kehidupan social anak anda dimana ada perbedaan budaya antara
budaya jawa timur dan depok( jawa barat)? Ya mengajarkan anak saya bahasa
Indonesia sesuai dengan bahasa di jawa barat
13. Bagaimana
anda menekan emosi anda pada saat anak anda melakukan keslahan/ melanggar
aturan yang anda buat? Ya dengan masuk ke kamar kemudian saya menenangkan diri
baru setelah saya tenang baru menghadapi anak saya
D. Kasih sayang
14.
Bagaimana anda
menunjukkan rasa kasih sayang anda terhadap anak anda? Sekali kali dengan
menuruti apa permintaan anak saya…
15.
Apakah anda selalu
ingin menunjukkan rasa kasih sayang itu pada anak anda? Apakah ada kaitannya
dengan budaya anda? tentu saja..iya jelas ada kaitannya dalam budaya saya juga
mengajarkan kasih sayang
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh
A.
Pendidikan
orang tua
1. Apakah
dalam kebudayaan anda pendidikan sangat penting/ memegang peranan dalam pola
asuh anak? Mengapa? Ya sangat penting..karena
kalau di jawa pendidikan adalah nomor satu sekalipun tidak mampu untuk
menyekolahkan anak tapi mereka tetap bersemangat untuk bersekolah
2. Apakah budaya jawa timur sangat mementingkan
pendidikan? Mengapa? Iya sangat penting…pendidikan adalah modal dasar
3. Pola
asuh apa yang anda terapkan dalam mendidik anak? Apakah juga terkait dalam
budaya anda? Bagaiamana? Dengan penuh
kasih sayang tapi juga tegas dalam menerapkan aturan…dalam budaya saya juga
mengajarkan seperti itu…
4. Apakah
anda selalu, memaksakan keinginan anak? Mengapa? Tidak..karena sesuatu yang dipaksakan akan tidak baik
B. Kelas Sosial
5. Apakah
di kelas social anda saat ini sangat mementingkan mendidikan anak?
Bagaimana? Mengapa? Apakah terkaait
dengan budaya anda? iya sangat..pendidikan adalah nomor satu..iya terkaitlah di
jawa juga seperti itu
6. Bagaimana
lingkungan anda memandang pola asuh terhadap anak apakah terkait dengan budaya
? iya dengan mengutamakan pendidikan..
C. Konsep tentang peran orang tua
7. Bagaimana
anda menerapkan konsep pola asuh terhadap anak? apakah terkait dengan budaya
anda? dengan menerapkan aturan yang jelas dan tegas tapi penuh dengan kasih
sayang..
8. Seberapa ketat dan tegas peraturan yang anda
buat? Ya kalau melanggar diberikan sanksi..
9. Bagaimana
peran anda sebagai orang tua dalam keluarga? Apakah masih juga terkait dengan
budaya anda? ya sebagai istri bertanggung jawab dalam keluarga khususnya
mendidik anak karena kita kan yang diberi tanggung jawab dalam mendidik anak
D. Kepribadian Orang
tua
10. Menurut
anda bagaimana kepribadian anda ?apakah kebudayaan anda berpengaruh dalam
membentuk kepribadian anda? saya orangnya cenderung tertutup..mungkin iya
soalnya dalam budaya jawa semua kan ada aturannya misalnya dalam perilaku,
tutur kata, dan sopan santun..biasanya orang jawa cenderung mempunyai perasaan
tidak enakan/ perasa kepada orang lain..
11. Bagaimana
anda menerapkan pola asuh pada anak terkait kepribadian anda? saya mendidik
anak supaya dia tidak jadi pemalu..tidak seperti saya..
12. Bagaiamana
anda memperlakukan anak anda dalam keluarga? Dengan penuh kasih sayang
E. Kepribadian Anak
13. Menurut
anda bagaimana kepribadian anak anda? saya melihat sejauh ini sih dia baik baik
saja saat berteman dengan temennya bisa membaur..tidak ada masalah
14. Apakah
anak anda menyukai dengan setiap aturan
yang anda buat? Bagaimana anak anda menyikapinya? Iya tentu dengan menaati
aturan..ya kadang kadang namanya anak kecil kadang melanggar atura itu mah
biasa…
15. Apakah
anak anda selalu terbuka dengan perbedaan? Misalnya perbedaan kebudayaan? Iya
tentu dengan bahasa disini pakai bahasa Indonesia saat pulang kampong pakai
bahasa jawa tapi juga tidak ada masalah
F. Usia Anak
16. Apakah
anda menerapkan pola asuh pada anak tergantung usia mereka? Apakah terkait
budaya anda? tentu saja …di jawa kebudayaan saya juga begitu disesuaikan dengan
usia anak kan kita tidak bisa memaksakan anak nantinya malah jadinya gak bagus…
17. Berapakah
usia anak anda saat ini ? Bagaimana anda menerapkan pola asuh pada anak seusia
ini? Apakah nanti akan berbeda jika dia sudah dewasa?6 th dan 2th…tentu saja
berbeda misalnya dalam memberikan sanksi disesuaikan usianya…
Wawancara Subjek 2
A.
Identitas Subjek 2
Nama (Inisial) : M.R.
Jenis Kelamin :
Laki laki
Usia : 36th
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Depok
B.
Daftar Pertanyaan
1. Latar Belakang
Subjek
1. Apa
anda disuh oleh orang tuya anda sendiri atau diasuh oleh wali? Iya diasuh orang
tua sendiri
2. Bagaimana
menurut anda sitem pola asuh yang anda terima terkait budaya anda? budayanya
melekat dalam kehidupan sehari hari..tergambar dalam cara berbica dengan lawan
bicara tergantung dari usia dan strata social.
3. Apa
anda menyukai pola asuh yang mereka berikan terhadap anda? ya…karena sesuai
dengan lingkungna social sekitar
4. Pada
saat anda masih diasuh oleh orang tua, anda berdomisili? Di jawa…
5. Apakah
kebudayaan tempat anda berdomisili pada saat itu mempengaruhi orang tua anda
dalam mengasuh anda? Ya
6. Bagaimana
kebudayaan anda khususnya jawa timur mengatur cara mengasuh anak? Diajarkan
bertata krama, dalam menghormati orang yang lebih tua..
7. Apakah
pola asuh itu mempengaruhi , kehidupan anda sehari-hari? Tentu saja..berbicara
pada orang lebih tua.
8. Apakah
pola asuh yang anda terima terdapat unsure-unsur budaya didalamnya? Iya
9. Sekarang
anda kan sudah menikah, bagaimana anda memberikan pola asuh kepada anak anda
sama dengan pola asuh yang anda terima?
ya tapi disesuaikan dengan lingkungan berada tinggal..
10. Kebudayaan
yang baru berati mempengaruhi ya? Tidak sangat berpengaruh tetapi ikut
mempengaruhi..Contohnya? sedikit banyak dalam bahasa..sehari hari yang
berkaitan dengan lingkungan sekitar
11. Sekarang
kan anda tinggal di depok, anda mempunyai 2 anak, bagaimana anda mengasuh anak
anda? System apa yang anda terrapkan? Ehm..saya mengasuh anak dengan menerapkan
pendidikan moral yang kuat..dengan moral yang kuat menjadikan kepribadian yang
kuat sehingga dia tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan…
12. Apakah
kebudayaan di tempat anda tinggal sekarang mempengaruhi anda dalam mendidik
buah hati anda? Bagaimana? Iya saya pilah pilah yg sesuai saya terapkan yang
tidak saya tinggalkan,Saya tetap menerapkan pola asuh yang seperti apa yang
saya terima dari orang tua saya sesuai dengan budaya jawa timur yang saya
peroleh
13. Bahasa
apa yang anda pergunakan dalam mendidik anak? Bahasa Indonesia dan bahasa
jawa..
14. Mengapa
anda menerapkan 2 bahasa? Ya karena hanya bahasa itu yang saya kuasai dan saya
tinggal di aceh..
15. Masakan
apa yang biasa anda makan sehari hari? Masakan Indonesia…
2. Daftar Pertanyaan
1. Dimensi pola asuh orang tua
A.
Kendali
orang tua (control)
1.
Apakah menurut anda
kedisiplinan dalam mendidik anak perlu diterapkan? Mengapa? Perlu karena
disiplin itu harus dididik dari sejak usia dini..
2.
Aturan apa saja yang
anda terapkan untuk mengasuh anak anda? Apakah terkait dengan budaya anda? Ya
aturan dalam cara berbicara, dan tata krama
3.
Apakah anda tegas
menerapkan sanksi dalam aturan tersebut? Bagaimana? Iya karena itu merupakan
budaya yang umum di indonesia
4.
Anda kan sewaktu kecil
tinggal di jawa bagaimana orang tua anda menerapkan kediplinan? Sama saya
menerapkan kedisiplinan pada anak saya
5.
Apakah orang tua anda
disiplin dalam menerapkan aturan? Iya disiplin
B. Kejelasan komunikasi
orang tua- anak
6.
Apakah anda selalu mendengarkan keluhan anak anda?mengapa?
iya…Karena biar interaksinya berjalan sebagai mana mestinya..
7.
Apakah itu ada kaitnnya
dengan budaya anda? bagaimana kebudayaann anda memandang komunikasi antar anak?
Iya..Biar terjadi komunikasi
yang berimbang antara ortu dan anak..
8.
Apa anda selalu
meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak anda? apa saja yang kalian
bicarakan apa terkait dengan budaya anda?Iya..main dengan siapa tadi ngapain di
sekolah diajarin apa dsb…
9.
Apakah orang tua anda
di jawa sama dengan anda selalu mendengarkan aspirasi pendapat anaknya?
Misalnya apa? Iya yang tadi sama…apakah orang tua anda sangat kental
kebudayaannya dalam menerapkan pola asuh pada anda? iya…
C. Tuntutan kedewasaan
10. Apakah
anda merasa didukung dalam segi pendidikan dari formal sampai non-formal oleh
orang tua anda? Iya
11. Siapa
menurut anda yang paling mendukung anda ? dua duanya
12. Pada
saat sekarng apakah anda mendukung pendidikan formal dan non formal anak anda?
iya..mengapa? karena itu penting
13. Bagaimana
anda mendukung kehidupan social anak anda dimana ada perbedaan budaya antara
budaya jawa timur dan depok( jawa barat)? Dikombinasikan diambil yang baik saja
14. Bagaimana
anda menekan emosi anda pada saat anak anda melakukan keslahan/ melanggar
aturan yang anda buat ? apakah terkait dengan kebuyaan yang anda terima?
iya..ya dengan sabar
D. Kasih sayang
15. Bagaimana
anda menunjukkan rasa kasih sayang anda terhadap anak anda terkait budaya anda?
membelikan pakaian, mainan bernuansa budaya misalnya batik..
16. Apakah
anda selalu ingin menunjukkan rasa kasih sayang itu pada anak anda?
iya..mengapa? karena dia anak saya
17. Apakah
dalam budaya anda mengajarkan seperti itu? Iya..
2.Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh
A. Pendidikan orang tua
1.
Apakah dalam kebudayaan
anda pendidikan sangat penting/ memegang peranan dalam pola asuh anak? Mengapa?
Otomatis..karena yang diterima selama ini adalah itu..misalnya saya mendapatkan
pendidikan tata krama saya akan mengajarkan hal yang sama …
2.
Apakah budaya
jawa timur sangat mementingkan pendidikan? Mengapa? Ya..karena pendidikan
perlu..
3.
Pola asuh apa yang anda
terapkan dalam mendidik anak? Apakah juga terkait dalam budaya anda?
Bagaiamana? Disiplin dan religi
4.
Apakah anda selalu
,memaksakan keinginan pada anak?
Mengapa? Tidak..karena anak punya keinginan dan jalan hidup
sendiri sendiri
B. Kelas Sosial
5.
Apakah di kelas social
anda saat ini sangat mementingkan mendidikan anak? Bagaimana?Apakah cocok
dengan budaya anda? iya..cocok..mengutamakan pendidikan..
6.
Bagaimana lingkungan
anda memandang pola asuh terhadap anak apakah terkait dengan budaya ?
mengutamakan pendidikan
C. Konsep tentang peran
orang tua
7.
Bagaimana anda
menerapkan konsep pola asuh terhadap anak? apakah terkait dengan budaya anda?
disiplin tata krama religi..iya budaya saya juga mengajarkan seperti itu
8.
Seberapa ketat dan
tegas peraturan yang anda buat anak? Proporsi sesuai perkembangan anak..
9.
Dalam kebudayaan anda
juga seperti itu? Iya..
10. Bagaimana
peran anda sebagai orang tua dalam keluarga? Apakah masih juga terkait dengan
budaya anda? iya..sebagai kepala keluarga pemimpin keluarga
D.
Kepribadian Orang tua
11. Menurut
anda bagaimana kepribadian anda ?apakah kebudayaan anda berpengaruh dalam
membentuk kepribadian anda? iya..sangat baik jujur dan tidak sombong..
12. Bagaimana
anda menerapkan pola asuh pada anak terkait kepribadian anda? menerapkan jujur
baik dan tidak sombong religius
13. Bagaiamana
anda memperlakukan anak anda dalam keluarga? Sama tidak membedakana, dan adil.
E. Kepribadian Anak
14. Menurut
anda bagaimana kepribadian anak anda? baik
15. Apakah
anak anda menyukai dengan setiap aturan
yang anda buat? Suka sekali Contohnya? Buktinya anak saya selalu nurut dengan
saya
16. Apakah
anak anda selalu terbuka dengan perbedaan? Misalnya perbedaan kebudayaan?
Iya..bagaimana anda menyikapinya? Positif..apakah anda tidak takut anak anda
terpengaruh budaya luar? Iya bagaimana anda menyikapinya? Memberikan pendidikan
intensif di rumah
F. Usia Anak
17. Apakah
anda menerapkan pola asuh pada anak tergantung usia mereka? Apakah terkait
budaya anda? iya..mengapa? biar pendidikan efektif
18. Berapakah
usia anak anda saat ini ? 3th dan 1 th…bagaimana anda menerapkan pola asuh pada
anak seusia ini? Apakah nanti akan berbeda jika dia sudah dewasa? Suruh belajar
di sekolah…iya berbeda dalam materi pembelajaran.
Analisa
teori dengan hasil wawancara
1.
Dimensi
pola asuh orang tua
a.
Kendali Orang Tua (Control)
Dari
wawancara yang kami lakukan pada 2 subjek didapatkan kesamaan inti jawaban
bahwa menurut mereka kedisiplinan itu sangatlah penting untuk menegakkan suatu
aturan supaya ditaati mereka juga menjelaskan bahwa budaya di jawa timur juga
mengajarkan kedisiplinan
b.
Kejelasan Komunikasi
Orang Tua-anak (Clarity Of Parent Child Communication)
Kedua
subjek sama sama berusaha untuk menyempatkan waktu mendengarkan aspirasi
pendapat anaknya dimana mereka juga dapatkan hal itu dari orang tua mereka yang
masih kental dengan budaya jawa timur.
c. Tuntutan
Kedewasaan (Maturity Demands)
Mereka
sama sama sangat mengutamakan pendidikan, mendukung kehidupan social anak demi
terwujudnya cita cita ingin menjadikan anak yang sukses hal tersebut juga
tercermin dalam kehidupan di jawa timur yang sangat menjunjung tinggi
pendidikan
d.
Kasih
Sayang (Nurturance)
Setiap
orang tua secara naluriah akan menyayangi anaknya dengan sangat dalam hal ini
kebudayaan di jawa timur juga mengajarkan kasih sayang. Orang jawa timur cenderung
selalu memperhatikan anaknya setiap waktu setiap detik sehingga ada
kecenderungan kurangnya kreatifitas anak.
2.
Faktor - faktor yang
Mempengaruhi Pola Asuh
a. Pendidikan orang tua
Dari kedua subjek yang kami wawancarai terlihat dalam menerapkan
pola asuh pada anak sangatlah permisif dan demokratif terlihat dalam menerapkan
aturan sesuai dengan usia mereka dan mereka selalu mendengarkan aspirasi anak
mereka. Hal ini terjadi akibat pendidikan orang tua yang cukup baik yang
mempengaruhi pola asuh. Terkait dengan budaya mereka ada kecenderungan orang
jawa timur selalu menjunjung tinggi pendidikan sehingga mereka berfikiran untuk
menyekolahkan anak setinggi langit.
b. Kelas Sosial
Dilihat dari wawancara diatas terlihat kedua subjek berada pada
kelas social yang cukup baik terlihat dalam lingkungan yang selalu mengutamakan
pendidikan begitu juga di jawa timur juga mementingkan pendidikan.
c. Konsep tentang peran orang tua
Dari wawancara kedua subjek bahwa mereka memilih pola asuh yang
sesuai dengan budaya yang mereka dapat dari kedua orang tua mereka yaitu selalu
menerapkan kedisiplinan dan memberikan sanksi tetapi disesuaikan dengan usia
anak.
d. Kepribadian orang tua
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa kepribadian mereka terbentuk
dari pola asuh orang tua mereka dimana sangat kental dengan nilai nilai budaya.
e. Kepribadian Anak
Para subjek memberikan pola asuh yang sama dengan pola asuh yang
mereka dapat dari orang tua mereka yang kental dengan nilai nilai budaya dan
dicampur dengan budaya di tempat sekarang mereka tinggal hal tersebut yang akan
membentuk kepribadian anak.
f. Usia anak
Para subjek membuat aturan dalam pola asuh disesuaikan dengan usia
mereka. Dalam budaya di jawa timur pun juga memberikan pendidikan sesuai dengan
usia anak. Hal ini juga telah diatur dalam undang undang pendidikan.
KESIMPULAN
Gambaran
mengenai pengaruh budaya jawa timur terhadap pola asuh anak adalah bahwa kebudayaan asal orang tua mempengaruhi pola asuh orang tua
kepada anak nya, selain itu mereka juga mencampur dengan kebudayaan yang baru dengan
mengambil apa saja yang mereka rasa cocok .Walaupun sudah dilingkungan baru mereka masih menggunakan kebudayan tempat dia berasal karena kebudayaan tersebut telah
melekat dalam diri mereka .
Terkadang mereka
masih menggunakan bahasa, pola asuh, dan
lainnya dari daerah tempat ia berasal. Kebudayaan jawa yang mereka dapat telah membentuk
kepribadian yang kuat sehingga mempengaruhi mereka dalam menerapkan pola asuh
yaitu pola asuh yang permisif dan demokratif.
Sedangkan untuk faktor faktor yang mempengaruhi budaya dalam menerapkan
pola asuh adalah bahwa budaya di jawa timur sangat mengutamakan pendidikan,
mereka selalu mengajarkan tentang pentingnya pendidikan walaupun kehidupan
susah tetapi pendidikan harus dijalankan, selain itu budaya jawa timur juga
mengajarkan tentang sopan santun, kebaikan, kejujuran, sehingga akan membentuk
kepribadian yang baik yang akan mempengaruhi dalam menerapkan pola asuh orang
tua sehingga terbentuk kepribadian anak yang baik pula. Dalam Budaya jawa
konsep peran orang tua juga diajarkan dengan baik terlihat dari tata cara
berbicara kepada orang tua yang berbeda dengan teman sebaya.
DAFTAR PUSTAKA
Zakiyah
Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1996
Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988)
TIM
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988)
Elaine
Donelson, Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita, (Yogyakarta : Kanisius,
1990) Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta :
Arcan, 1991)
Paul Hauck,
Psikologi Populer, (Mendidik Anak dengan Berhasil), (Jakarta : Arcan,1993)
Abu Ahmadi,
Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT Rieneka Cipta, 1991)
Singgih D.
Gunarsa dan Ny.Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
(Jakarta : PT. BPK. Gunung Mulia, 1995)
Parsono, Materi
Pokok Landasan Kependidikan, (Jakarta : Universitas terbuka, 1994)
Utami
Munandar, Hubungan Isteri, Suami dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta :
Pustaka Antara, 1992)
Mohammad
Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin diri, (Jakarta : PT Rieneka Cipta, 1998),
Soegarda
Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung, 1976)
http: //doblang88.wordpress.com/